Dalam kajian ilmu hadis, kriteria-kriteria yang digunakan untuk menilai keabsahan suatu hadis sangatlah ketat. Hadis yang shahih harus memenuhi beberapa syarat, di antaranya adalah sanad (rantai perawi) yang mutawatir, matan (isi atau substansi) yang masuk akal, serta perawi yang memiliki integritas dan kejujuran yang tak diragukan. Melalui pendekatan ini, kita bisa mencoba melihat dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo dari sudut pandang ilmu hadis.
1. Perawi yang Tidak Mutawatir
Dalam ilmu hadis, sanad yang mutawatir adalah salah satu syarat utama agar hadis dianggap shahih. Mutawatir berarti hadis tersebut diriwayatkan oleh banyak perawi dalam jumlah yang cukup besar, di banyak tempat dan waktu, sehingga kemungkinannya untuk dipalsukan sangat kecil. Jika kita meminjam analogi ini untuk mengevaluasi dugaan ijazah palsu Jokowi, maka permasalahan pertama yang muncul adalah keberadaan dokumen yang tidak dapat dibuktikan oleh banyak pihak atau institusi yang kredibel.
Sejauh ini, klaim bahwa Jokowi memiliki ijazah yang sah dari Universitas Gadjah Mada (UGM) sering dipertanyakan, dan beberapa pihak meragukan keabsahan dokumen tersebut karena tidak ada klarifikasi resmi yang transparan dari pihak UGM atau lembaga berwenang lainnya yang bisa memverifikasi secara mutawatir. Seperti dalam hadis yang perawinya tidak mutawatir, keabsahan ijazah ini pun dipertanyakan karena tidak ada bukti yang cukup kuat dari banyak sumber yang dapat memastikannya secara meyakinkan.
2. Matan yang Tidak Masuk Akal
Selain sanad, matan atau isi hadis haruslah tidak bertentangan dengan akal sehat dan tidak mengandung unsur yang berlebihan atau mustahil terjadi. Dalam hal ini, matan yang tidak masuk akal dapat disamakan dengan dugaan ijazah palsu yang ada. Masyarakat, terutama di kalangan dunia akademik, tentu saja berharap bahwa setiap dokumen penting, seperti ijazah, harus dapat diverifikasi dengan mudah dan tidak ada keraguan terhadap keasliannya.
Dugaan bahwa Jokowi mungkin memiliki ijazah palsu berawal dari ketidakcocokan atau ketidakjelasan mengenai proses verifikasi akademiknya. Masyarakat mulai meragukan keabsahan ijazahnya, mengingat ketidakjelasan dokumen pendidikan yang dimilikinya. Seperti halnya hadis yang matannya tidak dapat diterima akal, dugaan ini pun menimbulkan pertanyaan mengenai kredibilitas dan keabsahan informasi yang ada.
3. Tampilan Fisik yang Meragukan
Dalam ilmu hadis, tampilan fisik atau karakter seorang perawi tidak selalu menjadi indikator utama, namun sering kali digunakan sebagai pertimbangan sekunder dalam menilai integritas perawi. Jika kita menilai dari segi ini, dugaan terkait ijazah Jokowi juga dapat dikaitkan dengan ketidakjelasan dalam penampilan dan sikap institusi yang terlibat. Ketidakjelasan mengenai latar belakang pendidikan dan riwayat akademis sering kali memunculkan keraguan, mirip dengan perawi hadis yang dikenal memiliki fisik atau karakter yang meragukan dalam hal kredibilitas.
4. Integritas Jokowi dan UGM yang Meragukan
Keempat, integritas adalah faktor yang sangat penting dalam menilai keabsahan hadis, dan hal yang sama berlaku dalam kasus ini. Dalam konteks hadis, integritas perawi haruslah tidak tercela, memiliki reputasi yang baik dalam masyarakat, serta dikenal jujur dan dapat dipercaya. Dalam dugaan ijazah palsu Jokowi, integritas tidak hanya menjadi masalah bagi Jokowi sendiri, tetapi juga bagi Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai institusi pendidikan yang mengeluarkan ijazah tersebut.
Jika ada keraguan terhadap integritas Jokowi, apalagi apabila didukung oleh ketidakjelasan dalam proses verifikasi, maka ini mengarah pada kategori hadis mursal atau dhaif, yang artinya memiliki kelemahan dalam sanad dan matan. Demikian pula, apabila UGM tidak dapat memberikan penjelasan yang jelas atau jika ada indikasi bahwa pihak universitas terlibat dalam pemalsuan data, maka hal ini semakin memperburuk kredibilitas dari ijazah tersebut, menjadikannya “lemah” atau “dhaif” dalam pandangan masyarakat.
Kesimpulan: Hadis Mursal atau Dhaif
Dengan menggunakan prinsip-prinsip yang berlaku dalam ilmu hadis, dugaan ijazah palsu Jokowi bisa digolongkan sebagai sesuatu yang tidak sahih. Sama seperti hadis yang sanadnya tidak mutawatir, matannya tidak masuk akal, atau perawinya meragukan, kasus ijazah Jokowi menunjukkan kelemahan dalam beberapa aspek yang dapat mengarah pada kategori hadis mursal (terputus sanadnya) atau dhaif (lemah).
Oleh karena itu, untuk menjaga integritas kepemimpinan dan transparansi dalam pemerintahan, sangat penting bagi pihak terkait, baik Jokowi maupun Universitas Gadjah Mada, untuk memberikan klarifikasi yang jelas dan tegas mengenai keabsahan ijazah tersebut, agar keraguan yang berkembang di masyarakat dapat teratasi. Tanpa adanya klarifikasi yang memadai, dugaan ini akan tetap menggantung seperti hadis-hadis dhaif yang tidak dapat diterima sebagai kebenaran yang sahih.