Dalam Surat Dakwaan, Jaksa menjelaskan bahwa, uang puluhan miliar yang diduga diterima oleh Lukas Enembe berasal dari dua pihak. Pertama, sebesar Rp l0.413.929.500 dari Piton Enumbi. Piton merupakan Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia; PT Lingge-Lingge; PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur.
Jakarta – Fusilatnews – Dalam perkara dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menolak eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
dalam kesempatan sebelumnya, Lukas Enembe dan tim penasihat hukumnya menyatakan keberatannya atas dakwaan Jaksa KPK. JPU Komisi pemberantasan Korupsi (KPK) itu juga telah membacakan jawaban atas eksepsi yang disampaikan Lukas Enembe.
“Mengadili, menyatakan nota keberatan atau eksepsi terdakwa Lukas Enembe dan penasihat hukumnya terdakwa tidak dapat diterima,” kata Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh membacakan putusan sela dalam sidang di ruang Prof Muhammad Hatta Ali PN Jakarta Pusat, Senin (26/6/2023).
Dalam pertimbangannya, Hakim sependapat dengan jawaban Jaksa KPK yang menilai, eksepsi Lukas Enembe telah memasuki pokok perkara yang harus dibukikan di persidangan.
Hakim juga berpandangan, keberatan Lukas Enembe yang menilai bahwa Pengadilan Tipikor Jakarta tidak berwenang mengadili perkara yang didakwakan tidak beralasan hukum.
“Nota keberatan terdakwa bukan keberatan sebagaimana Pasal 151 KUHAP karena telah masuk pokok perkara yang harus dibuktikan,” kata Hakim Rianto.
Gubernur nonaktif Papua itu didakwa telah menerima suap dengan total Rp 45,8 miliar dan gratifikasi senilai Rp 1 miliar.
Menurut Jaksa KPK, uang puluhan miliar itu diterima Lukas Enembe bersama dengan mantan Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum Papua, Kael Kambuaya dan eks Kadis PUPR Papua, Gerius One Yoman.
Dalam Surat Dakwaan, Jaksa menjelaskan bahwa, uang puluhan miliar yang diduga diterima oleh Lukas Enembe berasal dari dua pihak. Pertama, sebesar Rp l0.413.929.500 dari Piton Enumbi. Piton merupakan Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia; PT Lingge-Lingge; PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur.
Selain itu, Gubernur nonaktif Papua itu juga menerima dana sebesar Rp 35.429.555.850 dari Rijatono Lakka. Rijatono adalah Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, PT Tabi Bangun Papua dan pemilik Manfaat CV Walibhu.
“Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya,” papar Jaksa KPK.
Jaksa menduga, hadiah dengan total Rp 45,8 miliar itu diberikan agar Lukas Enembe selaku Gubernur Provinsi Papua bersama anak buahnya Mikael Kambuaya dan Gerius One Yoman mengupayakan perusahaan-perusahaan yang digunakan Piton Enumbi dan Rijatono Lakka dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2013-2022.
Sementara itu, gratifikasi yang diterima Lukas Enembe berasal dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua melalui perantara bernama Imelda Sun.
Sebagai informasi, putusan sela merupakan keputusan majelis hakim untuk menerima atau menolak eksepsi atas dakwaan yang disampaikan seorang terdakwa terhadap surat dakwaan jaksa penuntut umum.
Eksepsi Lukas Enembe Setelah dakwaan KPK rampung dibacakan, Lukas Enembe dan tim Penasihat Hukumnya pun langsung membacakan nota keberatan atau eksepsi.
Nota keberatan sebanyak 32 poin disampaikan secara pribadi Lukas Enembe dibacakan oleh Koordinator tim Penasihat Hukumnya, Petrus Bala Pattyona.
Salah satu dari puluhan keberatan yang disampaikan, Lukas Enembe memberi pesan kepada rakyatnya di Papua bahwa dirinya telah difitnah, dizalimi, dan dimiskinkan oleh KPK.
“Untuk rakyatku Papua di mana saja berada, Saya, Gubernur yang anda pilih untuk dua periode, saya kepala adat, saya difitnah, saya dizalimi, dan saya dimiskinkan,” kata Lukas Enembe.
Lukas Enembe juga membantah telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang dituduhkan oleh jaksa itu. Ia menilai, KPK telah menggiring opini masyarakat melalui pemberitaan seolah-olah dirinya merupakan penjahat terbesar di Tanah Air.
“Saya Lukas Eenembe tidak pernah merampok uang negara, tidak pernah menerima suap, tetapi tetap saja KPK menggiring opini publik, seolah-olah saya penjahat besar,” kata Lukas Enembe.
“Saya dituduh penjudi,sekali pun bila memang benar, hal itu merupakan tindak pidana umum, bukan KPK yang mempunyai kuasa untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus judi,” tutur dia.
Atas perbuatannya, Lukas Enembe dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.