Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Capim KPK 2019-2024
Jakarta – Setelah Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto mengusulkan kenaikan dana partai politik hingga 10 kali lipat, dari 1.000 rupiah menjadi 10.000 rupiah per suara, kini giliran Sekretaris Jenderal KPK Cahya Hardianto Harefa mengusulkan kenaikan gaji kepala daerah. Tujuannya sama: mencegah korupsi!
Padahal, semua itu bullshit! Kenaikan dana parpol dan gaji kepala daerah tak akan bisa mencegah korupsi. Mengapa? Karena korupsi di Indonesia pemicunya mayoritas adalah keserakahan, atau corruption by greed, bukan korupsi karena kebutuhan atau corruption by need.
Terbukti mereka yang menjadi pelaku korupsi di Indonesia mayoritas adalah orang-orang yang secara ekonomi sudah mapan, bakan kaya-raya yang secara akal sehat sesungguhnya mereka tak perlu korupsi. Mereka adalah para pejabat dan pengusaha.
Setya Novanto, saat itu Ketua DPR, jelas orang yang sudah kaya-raya. Tapi toh bekas Ketua Umum Partai Golkar itu tetap korupsi juga.
Begitu pun Irman Gusman yang saat itu menjabat Ketua DPD.
Itu di ranah legislatif. Di ranah eksekutif, jelas Jhonny G Plate bukan orang miskin. Tapi bekas Sekretaris Jenderal Nasem itu toh tetap melakukan korupsi juga saat menjabat Menteri Komunikasi dan Informatika.
Begitu pun bekas Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah, dan bekas Bupati Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rita Widyasari. Kedua kader Golkar yang sudah kaya-raya karena pengaruh orangtuanya itu terlibat korupsi.
Di ranah yudikatif, jelas Akil Mochtar bukan orang miskin. Tapi toh politikus Golkar itu tetap melakukan korupsi saat menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
Pun, Patrialis Akbar saat politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu menjabat Hakim Konstitusi.
Begitu pun dua hakim agung Mahkamah Agung (MA), di ranah yudikatif pula, yakni Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh. Pun, dua bekas Sekretaris MA, Nurhadi Abdurrahman dan Hasbi Hasan.
Dan ini yang sangat menghebohkan: Zarof Ricar. Saat digeledah, di rumah bekas pejabat MA yang menjadi “markus” (makelar kasus) ini ditemukan uang tunai senilai 920 miliar rupiah dan emas batangan seberat 51 kilogram.
Harvey Moeis juga bukan seorang pengusaha yang miskin. Suami artis Sandra Dewi itu terlibat korupsi PT Timah yang merugikan keuangan negara hingga 300 triliun rupiah.
Dus, dalih KPK bahwa gaji kepala daerah perlu dinaikkan demi mencegah atau mengurangi korupsi secara logika akal sehat sudah terpatahkan.
Gaji kepala daerah memang kecil, kisaran 5,9 juta rupiah per bulan. Tapi tunjangan dan fasilitas yang mereka terima sungguh sangat besar. Bahkan sampai baju pun dibelikan negara. Apalagi jika bermain anggaran dan proyek.
Tak mungkin mereka mau bertarung berdarah-darah berebut kursi kepala daerah bila yang dilihat cuma gaji 5,9 juta rupiah.
Data KPK, sebanyak 167 kepala daerah terlibat korupsi sepanjang 2004-2024 atau sejak pemilihan kepala daerah digelar secara langsung hingga kini. Salah satu faktor pemicunya adalah tingginya money politics atau politik uang.
Begitu pun kenaikan dana parpol. Kenaikan hingga 10 kali lipat atau 1.000 persen itu tak akan mengurangi jumlah kasus korupsi di legislatif secara signifikan. Bahkan dana parpol itu potensial menjadi bancakan elite-elite parpol.
Blunder
Apa yang diusulkan KPK itu menjadi blunder. Kenaikan dana parpol dan gaji kepala daerah bukan solusi untuk mencegah atau mengurangi kasus korupsi di legislatif dan eksekutif. Sebab, korupsi di Indonesia mayoritas penyebabnya adalah keserakahan, bukan kebutuhan.
Alih-alih untuk mencegah korupsi, usulan KPK menaikkan dana parpol dan gaji kepala daerah justru dicurigai sebagai cara murahan KPK meraih simpati dan dukungan dari legislatif dan eksekutif. Termasuk dukungan anggaran.
Apalagi saat ini kepercayaan publik terhadap KPK sedang menurun drastis bahkan mendekati titik nadir akibat kinerjanya yang terus jeblok.
Usulan kenaikan dana parpol dan gaji kepala daerah justru dijadikan alibi KPK atas keterpurukannya selama ini.
Kinerja KPK jauh di bawah Kejaksaan Agung. Sebagai konsekuensi, lembaga antirasuah itu mencari simpati dan dukungan ke sana-sini.
Mungkin KPK perlu dibubarkan saja daripada anggarannya yang cukup besar membebani negara.

Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Capim KPK 2019-2024





















