Oleh Damai Hari Lubis – Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212
(Abstrak: Tanda-Tanda Kepemimpinan Era Prabowo Subianto)
Meskipun dalam praktiknya, mayoritas bangsa Indonesia kerap kali kecewa dengan kebijakan para pemimpin, karena realitasnya tujuan bernegara yang termaktub dalam UUD 1945—yakni tercapainya kehidupan sosial yang adil dan sejahtera—tidak pernah sepenuhnya terealisasi. Namun, setiap kali pemilu berlangsung, harapan akan sosok pemimpin yang adil dan mampu menyejahterakan rakyat tetap hidup di hati masyarakat, terlepas dari siapa yang terpilih.
Saat ini, publik kembali merasakan kekecewaan, terutama dengan susunan kandidat kabinet yang diperkirakan akan dibentuk oleh Presiden terpilih, Prabowo Subianto, untuk periode 2024-2029. Pada 15 Oktober 2024, sesuai pemberitaan media, Prabowo tampaknya akan memilih figur-figur lama yang rekam jejak kinerjanya dinilai tidak memadai. Kendati demikian, sebagian besar publik tetap berpikir positif, bahwa pengangkatan figur lama ini hanyalah strategi politik untuk meredam manuver politik dari mantan penguasa yang dikhawatirkan dapat menggagalkan pelantikan Prabowo pada 20 Oktober 2024.
Publik memahami bahwa manuver-manuver politik ini tidak sepenuhnya tanpa dasar. Ada tanda-tanda ketidakpatuhan terhadap konstitusi oleh beberapa pejabat publik dan tokoh partai politik akibat ambisi mantan penguasa dan para kroninya, yang ingin memperpanjang jabatan presiden menjadi tiga periode. Oleh karena itu, diyakini bahwa Prabowo memberikan kesempatan kepada figur lama hanya untuk 100 hari pertama masa kerjanya. Jika kinerja mereka tidak menunjukkan hasil signifikan, maka mereka akan digantikan oleh sosok-sosok baru yang lebih profesional dan memenuhi standar yang ditetapkan oleh Prabowo.
Harapan bahwa para pemimpin akan bertindak adil dan mampu menyejahterakan rakyat selalu ada, meskipun dalam kenyataannya, sejak kemerdekaan Indonesia, politik kekuasaan sering kali berujung pada kekecewaan dan kepahitan.
Era Prabowo, Apa Bedanya?
Jika kita melakukan analisis objektif, hubungan antara narasi harapan publik dan tindakan Prabowo memperlihatkan kesinambungan strategis dan pragmatis. Namun, hal ini hanya seperti intuisi belaka. Prabowo tampaknya menyadari banyaknya kerusakan moral yang terjadi di bawah kepemimpinan Jokowi, mengingat ia pernah berada dalam kabinet Jokowi sebagai Menteri Pertahanan. Akan tetapi, sangat disayangkan bahwa Prabowo seolah konsisten mengikuti langkah Jokowi, meskipun banyak publik yang berharap ia akan mengambil pendekatan yang berbeda.
Pada 15 Oktober 2024, hanya lima hari menjelang pelantikannya, Prabowo kembali menegaskan komitmennya untuk melanjutkan sebagian besar kebijakan Jokowi, bahkan menyebut Jokowi sebagai “gurunya.” Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan publik, mengingat Prabowo sendiri pernah mengakui bahwa Jokowi lebih cerdas satu tingkat dibanding dirinya. Pernyataan ini membuat publik bertanya-tanya, apakah era Prabowo hanya akan menjadi pengulangan dari era Jokowi.
Kekecewaan publik semakin mendalam ketika Prabowo mengundang calon menteri dan pejabat eksekutif ke kediamannya di Kebayoran Baru. Mayoritas yang hadir merupakan tokoh lama dari era Jokowi, yang rekam jejaknya sudah dikenal publik sebagai tidak inovatif dan minim moralitas. Pertanyaan yang muncul di benak publik adalah: apakah tokoh-tokoh lama ini akan membawa perubahan signifikan di bawah pemerintahan Prabowo?
Apakah Prabowo akan berhasil menegakkan hukum secara adil dan memberantas korupsi di antara para pejabatnya? Publik sangat menyadari bahwa Prabowo mengetahui rekam jejak buruk para kroni dari era Jokowi, namun keputusan untuk mempertahankan mereka dalam kabinet menimbulkan keraguan besar.
Publik, dengan hak kebebasan berpendapatnya, berhak bertanya: Apakah kabinet di era Prabowo akan kredibel dan akuntabel? Akankah rasa keadilan dapat dipenuhi di bawah pemerintahan ini?
Kesimpulannya, masyarakat yang berpikiran sehat masih memiliki potensi besar untuk terus melanjutkan perlawanan jika Prabowo tidak memenuhi harapan rakyat dalam menegakkan keadilan dan kebenaran. Dengan dukungan hak asasi manusia dan sistem hukum positif yang ada, perlawanan terhadap kebijakan dan perilaku pemerintah yang batil akan terus berlanjut. Masyarakat akan terus berjuang demi mempertahankan moralitas dan martabat bangsa ini, dengan harapan bahwa Indonesia akan tetap bersatu, kuat, adil, dan sejahtera.