Jepang dan Korea Selatan saat ini menghadapi masalah demografi besar: jumlah penduduk mereka terus menurun. Populasi yang menua dan rendahnya tingkat kelahiran menyebabkan kekhawatiran serius tentang masa depan ekonomi dan sosial mereka. Dalam situasi ini, kedua negara ini harus mencari solusi inovatif untuk menopang tenaga kerja mereka dan menjaga keberlanjutan sistem kesejahteraan sosial mereka.
Di sisi lain, Indonesia menghadapi tantangan yang berbeda. Dengan populasi besar yang mencapai lebih dari 270 juta jiwa, Indonesia bukan hanya negara dengan populasi terbesar di Asia Tenggara, tetapi juga salah satu yang memiliki masalah sosial-ekonomi yang signifikan. Angka kemiskinan, stunting, pengangguran, dan Tuberkulosis (TB) yang tinggi menunjukkan bahwa Indonesia belum berhasil memanfaatkan potensi demografinya untuk kemakmuran rakyatnya.
China, dengan populasi besarnya, telah berhasil menggunakan sumber daya manusia mereka sebagai mesin pertumbuhan ekonomi. Dalam beberapa dekade terakhir, China telah mengalami transformasi ekonomi yang luar biasa, mengangkat jutaan orang keluar dari kemiskinan dan menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Keberhasilan China ini menunjukkan bahwa populasi besar bisa menjadi keuntungan jika dikelola dengan baik.
Sebaliknya, Singapura, dengan populasi yang relatif kecil, telah berhasil menjadi negara yang kaya dan makmur. Dengan sistem pendidikan yang unggul, infrastruktur kelas dunia, dan kebijakan ekonomi yang cerdas, Singapura telah menunjukkan bahwa ukuran populasi tidak harus menjadi penghalang untuk mencapai kemakmuran.
Di tengah paradoks ini, Indonesia perlu melakukan introspeksi. Populasi yang besar seharusnya menjadi aset yang dapat digunakan untuk pembangunan dan kemakmuran. Namun, kenyataannya, banyak rakyat Indonesia yang masih hidup dalam kemiskinan, menderita akibat stunting, dan menghadapi pengangguran serta penyakit yang seharusnya dapat dicegah dan diobati.
Kritik utama terhadap Indonesia adalah bahwa meskipun memiliki populasi besar, negara ini belum berhasil mengubahnya menjadi keuntungan. Kelemahan dalam kepemimpinan, kebijakan yang tidak efektif, serta korupsi yang merajalela menghambat potensi yang seharusnya bisa digali dari populasi besar tersebut.
Untuk mencapai “Indonesia Emas” pada tahun 2045, negara ini harus melakukan perbaikan mendasar dalam berbagai sektor. Pendidikan harus ditingkatkan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan kompeten. Sistem kesehatan harus diperbaiki untuk memastikan bahwa semua warga negara mendapatkan layanan kesehatan yang memadai. Infrastruktur harus diperkuat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dan yang tak kalah penting, kepemimpinan harus diperkuat untuk memastikan bahwa kebijakan yang dibuat benar-benar dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.
Tanpa perbaikan yang signifikan dalam aspek-aspek ini, populasi besar Indonesia akan terus menjadi beban, bukan keuntungan. Hanya dengan mengatasi masalah-masalah mendasar ini, Indonesia dapat mewujudkan potensinya dan mencapai kemakmuran yang sejati bagi semua warganya.