Tidak lama setelah itu, sekelompok orang tak dikenal mendatangi desa mereka. “Kita demo malah dibilang provokator. Dibilang ada catatannya di koramil, di polsek, catatan perorangan ada ini nih yang provokator,” kata nelayan tersebut saat ditemui CNNIndonesia.com. Meski telah melaporkan masalah ini kepada kepala desa, sang kades mengaku tidak mengetahui perihal pembangunan pagar tersebut, hanya berjanji untuk menangani persoalan itu.
Pembangunan pagar misterius itu terus berlanjut, semakin memanjang dan meresahkan para nelayan. Selain mengganggu aktivitas mereka, pagar tersebut juga mengurangi ruang gerak nelayan dalam mencari ikan. Salah seorang nelayan mengeluhkan penurunan pendapatannya. Sebelumnya, ia bisa memperoleh Rp150 ribu per hari dari hasil berburu cumi-cumi. Namun, setelah pagar dibangun, penghasilannya turun drastis menjadi hanya Rp50 ribu hingga Rp70 ribu per hari, akibat tambahan biaya bahan bakar yang semakin tinggi.
“Rp100 ribu aja susah sekarang. Solar biasanya sehari habis seliter, sekarang bisa dua liter,” ujar Gani, seorang nelayan lainnya.
Sekitar 500 nelayan di Desa Ketapang mengalami nasib serupa. Selain menurunnya pendapatan, para nelayan juga mengkhawatirkan keselamatan mereka. Untuk sampai ke lokasi ikan, mereka harus melintasi celah-celah sempit di pagar tersebut. Mereka khawatir bambu-bambu yang digunakan untuk pagar itu bisa terhempas oleh ombak, yang berpotensi membahayakan keselamatan mereka.
“Kalau ombak, bingung kita. Kalau malam gimana itu? Risiko besar buat kita itu. Kalau siang sih enak kelihatan. Kalau malam bagaimana? Kalau kena body kapal, bisa bocor, bahaya,” ujar salah seorang nelayan yang mengungkapkan kekhawatirannya.
Pagar yang dibangun di sepanjang pantai tersebut tampak rapi dan sebagian besar terlihat seperti jembatan. Beberapa celah sekitar lima meter ada di beberapa titik pagar, yang digunakan nelayan untuk melintas ke lokasi ikan. Namun, nelayan tetap merasa was-was karena pagar tersebut berisiko membahayakan keselamatan mereka.
Pada 9 Januari 2025, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyegel pagar sepanjang 30 kilometer di Kabupaten Tangerang setelah ramai diberitakan dan viral di media sosial. Penyegelan dilakukan sebagai respons atas kekhawatiran masyarakat. Pung Nugroho Saksono, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, mengatakan bahwa KKP memberikan waktu 20 hari kepada pihak yang bertanggung jawab untuk mencabut pagar tersebut.
“Pak Presiden sudah menginstruksikan. Saya pun tadi pagi diperintahkan Pak Menteri langsung untuk melakukan penyegelan. Negara tidak boleh kalah. Kami hadir di sini untuk melakukan penyegelan karena sudah meresahkan masyarakat, sudah viral,” tegas Pung Nugroho Saksono.
Namun, meskipun langkah penyegelan telah diambil, ketidakjelasan mengenai pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar misterius tersebut masih menjadi pertanyaan. Nelayan dan masyarakat setempat berharap agar penyelidikan dilakukan secara tuntas, dan agar negara hadir untuk melindungi mereka dari tindakan yang merugikan dan membahayakan kehidupan mereka.