Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil sigi terbaru mereka, Kamis (3/3/2022). Dalam temuannya, mereka menyatakan tren negatif atas kinerja Presiden Jokowi terus berlanjut.
Dalam rilis yang dikutip dari Tempo.co, Kamis (3/3/2022), LSI menyatakan survei itu digelar pada 25 Februari-1 Maret 2022. Survei dilakukan dengan wawancarai melalui hubungan telepon terhadap 1.197 responden. Responden dipilih dengan metode simple random sampling. LSI menyatakan survei tersebut memiliki margin of error ±2,89 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional. Survei ini diklaim mewakili 71 persen dari populasi pemilih nasional.
Hasil survei menunjukkan mayoritas responden, mencapai 66,3 persen memang masih puas atas kinerja Jokowi. Akan tetapi, tren negatif terus terjadi. Pada November lalu, menurut data LSI, Jokowi masih mendapatkan penilaian baik dari 72 persen responden. Nilai itu mengalami sedikit penurunan sebulan kemudian menjadi 71,4 persen dan kini terpangkas jauh. “Kepuasan atas kinerja Presiden menurun cukup besar,” tulis mereka.
Tren negatif kepuasan masyarakat itu tak lepas dari penilaian mereka terkait empat sektor: demokrasi, ekonomi, politik dan hukum. Empat sektor ini juga terus terjadi tren penilaian negatif.
Soal kinerja demokrasi, sekitar 50,3% responden menyatakan cukup atau sangat puas atas pelaksanaan atau praktik demokrasi di negara kita
hingga sejauh ini. Sebanyak 41,1 persen menyatakan kurang puas atau tidak puas sama sekali, sementara 8,6 persen tidak menjawab atau menyatakan tidak tahu.
Meskipun masih di atas 50 persen, menurut data LSI, terjadi tren negatif terhadap kepuasan demokrasi di Indonesia. Pada survei sebelumnya, angka kepuasan demokrasi menyentuh 77,3 persen. “Kepuasan atas kinerja demokrasi menurun tajam,” tulis mereka.
Soal kondisi ekonomi, juga masih mendapatkan penilaian negatif. Dari seluruh responden, hanya 23,1 persen yang memberikan penilaian sangat baik dan baik. Mayoritas, sebanyak 42 persen, bahkan memberikan penilaian buruk dan sangat buruk, sementara 31,7 persen menyatakan sedang dan 3,1 persen tak menjawab atau tidak tahu.
Menurut data LSI, persepsi negatif terhadap kondisi ekonomi tersebut menguat setelah dalam satu tahun terakhir cenderung menurun. Dalam survei sebelumnya, pada Desember 2021, hanya 33,2 persen responden yang menilai perekonomian Indonesia buruk.
Mayoritas para responden juga menyatakan kondisi ekonomi rumah tangga mereka tidak ada perubahan dan bahkan memburuk. Hanya sebagian kecil yang menyatakan membaik.”Yang menilai memburuk atau jauh memburuk sekitar 38,2 persen, tidak berubah sekitar 37.8%, membaik atau jauh membaik sekitar 23,4 persen,” tulis LSI.
Penilaian soal kondisi penegakan hukum nasional juga terus menunjukkan tren negatif dalam dua tahun terakhir. Jika pada Januari 2020, 46 persen responden menilai penegakan hukum baik, kini nilai itu tinggal 29,7 persen. Responden yang menilai penegakan hukum buruk justru meningkat dari 19,9 persen menjadi 33,7 persen.
Kondisi lebih baik terjadi ketika para responden ditanya soal kondisi politik nasional. Sebanyak 36,4 persen menilai kondisi saat ini berada di level sedang. Responden yang menilai baik dan sangat baik sebanyak 26,1 persen, berimbang dengan yang menilai buruk atau sangat buruk sebesar 26,2 persen.
Meskipun demikian, menurut LSI tren negatif juga sedang terjadi. Pada survei Desember lalu, masyarakat yang menilai kondisi politik berada dalam level sedang berjumlah 43,4 persen, sementara yang menilai baik berjumlah 27,9 persen. Masyarakat yang menilai kondisi politik nasional buruk pada Desember lalu hanya berjumlah 21 persen.
Pada survei yang sama, LSI juga melakukan pemetaan suara masyarakat dalam isu perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi. Hasilnya, mayoritas masyarakat menolak ide itu dan menilai Pemilu 2024 harus tetap digelar dalam kondisi apa pun.