Oleh : Abd. Murhan, R. SE.
Peristiwa 27 Juli 1996 merupakan momen bersejarah yang dikenang oleh wong cilik sebagai perjuangan anggota PDI dalam mempertahankan supremasi hukum dan menegakkan keadilan di masa Orde Baru yang masih kuat menguasai segala bidang di Indonesia.
Massa PDIP dan “Kuda Tuli
Massa PDIP mengingatkan peristiwa bersejarah ini melalui aksi yang mereka sebut “Kuda Tuli”, sebuah simbol perlawanan terhadap ketidakadilan yang dialami para pejuang demokrasi di seluruh Indonesia pada saat itu. Aksi ini menggugah kembali kenangan bersejarah, menandakan bahwa pemerintah kala itu anti terhadap pejuang demokrasi.
Aksi Massa
Massa mulai berkumpul sejak usai Sholat Jum’at Agung, merapatkan barisan dan mengepung Komnas HAM di Jalan Latuharhari dari siang hingga petang pada 26 Juli 2024. Diperkirakan sekitar 2000 personel dari tingkat DPC dan Ranting PDIP se-Jakarta Barat, Timur, Utara, dan Selatan hadir dengan kostum hitam pekat dan spanduk yang memenuhi jalanan dari markas PDIP di Jalan Ponegoro menuju kantor Komnas HAM RI.
Tuntutan Keadilan
Saat tim fusilatnews.com mendekati demonstran, koordinator massa Kuda Tuli, Agung, mengutarakan bahwa peristiwa berdarah tersebut masih menyisakan luka mendalam dan ketidakadilan yang belum terselesaikan hingga saat ini. Agung menekankan bahwa perjuangan ini harus terus diperjuangkan oleh wong cilik yang peranannya sangat diperhitungkan oleh PDI pada masa itu.
Pernyataan Agung
“Perjuangan ini belum selesai,” kata Agung, mengenang peristiwa tersebut sebagai keluarga korban Kuda Tuli (Korban Dua Puluh Tujuh Juli 1996) di markas PDI. Ia berharap pemerintah Indonesia saat ini dapat menyelesaikan kasus ini dan memenuhi hak asasi keluarga korban.
Tuntutan di Depan Komnas HAM
Ditengah orasi di depan kantor Komnas HAM RI, koordinator asal wilayah Jakarta Timur, Ibu Dede, bersama rekan-rekannya, menuntut keadilan atas peristiwa itu. “Masih ada ketidakpastian yang tidak bisa diterima oleh kalangan massa PDIP hingga saat ini. Kita akan melanjutkan tuntutan ini ke berbagai instansi terkait,” ujarnya.
Penutup
Peristiwa 27 Juli 1996 masih menyisakan luka yang mendalam bagi banyak orang, terutama keluarga korban. Aksi “Kuda Tuli” oleh massa PDIP adalah upaya untuk menuntut keadilan dan mengingatkan pemerintah akan tanggung jawabnya untuk menyelesaikan kasus ini demi hak asasi manusia.
Catatan Fusilatnews.
1. Peringatan Tragedi Berdarah: Peristiwa 27 Juli 1996, juga dikenal sebagai Kudatuli, terjadi ketika massa PDI yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri berupaya mempertahankan kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta, dari serangan massa pro pemerintah. Tragedi ini berakhir dengan banyak korban jiwa dan luka-luka.
2. Signifikansi Politikal: Kudatuli dianggap sebagai salah satu momentum penting dalam sejarah reformasi Indonesia yang menyoroti kekerasan politik dan upaya pemerintah Orde Baru untuk mengendalikan partai politik dan oposisi.
3. Pentingnya Media dan Peran Pers: Aksi Kuda Tuli juga menekankan peran media dalam mengungkap dan menyampaikan ketidakadilan. Seperti yang dikatakan Abdul Gofur dalam seminar kemaritiman yang diadakan oleh PPWI, media memiliki peran penting dalam mengawal konstitusi dan mengungkap kasus-kasus penting untuk masyarakat.
4. Tuntutan Terhadap Pemerintah: Massa PDIP dan keluarga korban Kudatuli berharap pemerintah saat ini bisa memberikan keadilan bagi para korban dan menyelesaikan kasus ini secara transparan dan adil.