Situasi di Jepang menjadi cermin bagi Indonesia yang menghadapi tantangan serupa terkait limbah makanan. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan bahwa Indonesia membuang sekitar 300 kg makanan per kapita setiap tahunnya, dengan total limbah makanan mencapai 13 juta ton. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan Jepang, meskipun keduanya sama-sama memiliki masalah limbah makanan yang signifikan.
Limbah makanan di Indonesia tidak hanya menjadi masalah ekonomi tetapi juga sosial dan lingkungan. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan mencapai triliunan rupiah setiap tahunnya. Selain itu, limbah makanan ini menyumbang emisi gas rumah kaca yang memperburuk perubahan iklim.
Untuk mengatasi masalah ini, Indonesia dapat mengambil pelajaran dari upaya Jepang dalam mengurangi limbah makanan melalui perpanjangan tanggal kadaluarsa dan relaksasi tenggat pengiriman dari produsen ke pengecer. Pemerintah juga perlu memperkuat edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya mengurangi limbah makanan.
Baca : https://fusilatnews.com/limbah-makanan-jepang-tahun-2022-sebabkan-kerugian-ekonomi-rp-400-triliun/
Selain itu, pendekatan kolaboratif antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat penting. Contoh konkret yang bisa diterapkan adalah program “Food Bank” yang telah sukses di beberapa negara untuk mendistribusikan makanan yang masih layak konsumsi kepada mereka yang membutuhkan, mengurangi limbah sekaligus mengatasi masalah kelaparan.
Untuk mencapai target pengurangan limbah makanan sesuai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB, Indonesia harus mempercepat langkah-langkah konkret. Dengan demikian, diharapkan Indonesia bisa meniru keberhasilan Jepang dalam mengurangi limbah makanan, sehingga tidak hanya menghemat sumber daya ekonomi, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan dan kesejahteraan sosial.
Menghadapi tantangan global, langkah bersama dalam mengurangi limbah makanan bisa menjadi kontribusi nyata Indonesia dalam menjaga bumi dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.