Jakarta – Fusilatnews – Menyusul penangkapan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya oleh Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung akan memecat ketiganya. Para hakim tersebut diduga terlibat kasus suap terkait pembebasan Ronald Tannur.
Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) RI, Yanto, menyatakan bahwa ketiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan suap atau gratifikasi akan diberhentikan sementara dari jabatannya.
“Setelah adanya kepastian penahanan oleh Kejaksaan Agung, secara administrasi ketiga hakim tersebut akan diberhentikan sementara dari jabatannya oleh presiden atas usul MA,” kata Yanto dalam konferensi pers di Media Center MA, Jakarta Pusat, Kamis (24/10/2024).
MA, lanjut Yanto, menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. Jika nantinya ketiganya dinyatakan bersalah melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, mereka akan diusulkan untuk diberhentikan dengan tidak hormat oleh presiden.
“Apabila terbukti bersalah melakukan tindak pidana dengan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, ketiga hakim tersebut akan diusulkan untuk diberhentikan dengan tidak hormat kepada presiden,” jelas Yanto.
Yanto juga mengungkapkan rasa kecewa dan keprihatinan MA atas insiden tersebut. Menurutnya, tindakan tiga oknum hakim PN Surabaya telah mencederai kepercayaan publik, terutama setelah baru-baru ini seluruh hakim di Indonesia menerima kenaikan gaji dan tunjangan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2024.
Pada Rabu (23/10/2024), penyidik Kejaksaan Agung menetapkan tiga hakim PN Surabaya yang memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap atau gratifikasi. Ketiga hakim tersebut adalah ED, HH, dan M. Mereka adalah majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti, dan membebaskannya dari semua dakwaan.
Selain ketiga hakim tersebut, penyidik juga menetapkan LR, pengacara Ronald Tannur, sebagai tersangka selaku pemberi suap.
Hakim ED, M, dan HH selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 6 ayat (2) juncto Pasal 12 huruf e juncto Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, LR sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) juncto Pasal 6 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.