Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Calon Pimpinan KPK 2019-2024
Jakarta – Nahdatul Ulama (NU) dan para pengurusnya yang ada di Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) adalah ibarat air dengan ikannya. Jika ikan hendak ditangkap, maka airnya jangan sampai keruh.
NU dan oknum-oknum PBNU yang nakal adalah ibarat lumbung padi dengan tikusnya. Maka jika hendak menangkap tikus, janganlah sampai membakar lumbungnya.
Pesan ini perlu disampaikan mengingat saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang membidik terduga penerima aliran dana di PBNU terkait dugaan korupsi pengaturan kuota haji dan penyelengggaraan ibadah haji tahun 2024 di Kementerian Agama. Dengan prinsip “follow the money”, KPK sedang menyelidiki aliran uang haram itu ke PBNU, yang merupakan satu dari sekian banyak organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan.
Mengapa PBNU dan ormas-ormas keagamaan lain ditelisik oleh KPK? Karena dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024, Kementerian Agama melibatkan ormas-ormas keagamaan.
Ihwal KPK sedang mengusut aliran uang haram hasil dugaan korupsi pembagian kuota haji 2024 ke PBNU disampaikan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu baru-baru ini.
Sejauh ini KPK sudah memeriksa seorang staf di PBNU berinisial SB yang merupakan staf dari Gus Alex, Staf Khusus Yaqut Cholil Qoumas saat menjabat Menteri Agama.
Gus Yaqut sendiri sudah dua kali diperiksa KPK, bahkan rumahnya di Jakarta sudah digeledah, dan bekas Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor ini pun sudah dicegah KPK keluar negeri bersama dua orang lainnya.
Status perkara ini sudah naik dari penyelidikan ke penyidikan. Artinya, sudah ada calon tersangkanya dan KPK tinggal mengumumkan.
PBNU, secara institusi, saya yakin tak akan dan tak pernah akan menerima aliran uang haram hasil korupsi. Sedangkan kalau oknum-oknum pengurusnya, bisa jadi. Mereka juga manusia biasa. Ingat kata Voltaire. Kata filsuf asal Perancis itu: dalam perkara uang, semua orang punya “agama” yang sama.
Artinya, korupsi tidak memandang latar belakang agama pelakunya. Siapa pun orangnya, apa pun agamanya, bisa saja melakukan korupsi.
Sebab itu, perlu dipisahkan oknum-oknum nakal dari PBNU. Seperti memisahkan ikan yang kepalanya sudah mulai membusuk dari air supaya airnya tidak ikut-ikutan busuk bahkan beracun.
Pun, seperti memisahkan tikus-tikus dari lumbung padi dengan menangkap mereka satu per satu, tak perlu dengan sekalian membakar lumbungnya. Sebab tikus-tikus itu telah menjadikan PBNU sebagai sarang. Sarang penyamun.
Membaca Psikologi Gus Yahya
Ketua Umum PBNU saat ini adalah KH Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya yang merupakan kakak kandung dari Gus Yaqut. Keduanya merupakan putra dari mendiang KH Cholil Bisri yang pernah menjabat Wakil Ketua MPR RI (2002-2004) dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Adapun kasus dugaan korupsi pembagian kuota haji yang diduga melanggar Undang-Undang (UU) No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah ini sudah mencuat sejak DPR RI membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 2024 atau biasa disebut Pansus Haji. Pansus Haji ini dibentuk menjelang DPR RI periode 2019-2024 mengakhiri masa baktinya.
Pansus Haji dibentuk berdasarkan hasil pengawasan Tim Pengawas Haji DPR RI yang diketuai Muhaimin Iskandar, saat itu Wakil Ketua DPR RI. Nah, gegara pembentukan Pansus Haji inilah, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf sempat murka. Gus Yahya merasa dirinya menjadi target dari Pansus Haji itu di mana Gus Yaqut dia anggap hanya sebagai sasaran antara saja.
PBNU kemudian membentuk tim untuk menggoyang Cak Imin dari kursi Ketua Umum PKB. Namun dalam Muktamar PKB di Bali, Agustus 2024, Cak Imin justru terpilih kembali.
Sementara itu, hingga DPR RI periode 2019-2014 berakhir masa tugasnya, Gus Yaqut tak pernah menghadiri panggilan pemeriksaan oleh Pansus Haji. Gus Yaqut pun lolos dari bidikan Pansus Haji. Kini, apakah bekas anggota DPR RI dari PKB itu akan lolos dari bidikan KPK?
Kita tidak tahu pasti. Yang jelas, baik Gus Yaqut maupun Gus Yahya resisten terhadap Pansus Haji. Ada apa?
Di sinilah secara psikologis mungkin bisa dibaca mengapa Gus Yahya begitu resisten bahkan defensif terhadap Pansus Haji. Apakah karena ada sesuatu?
Tugas KPK untuk membuktikannya. Jika nanti memang ada bukti aliran uang haram perkara dugaan korupsi kuota haji 2024 ke PBNU, maka tangkap saja penerimanya. Justru hal itu diperlukan untuk membersihkan PBNU dari oknum-oknum nakal.
Jika ada ikan busuk di dalam air, maka buanglah ikan busuk itu supaya tidak meracuni airnya.
Jika ada tikus di lumbung padi, maka tangkaplah tikus itu, tak perlu sampai membakar lumbungnya. Itulah!

Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Calon Pimpinan KPK 2019-2024





















