Oleh: Karyudi Sutajah Putra
Jakarta, Fusilatnews – Pameran Seni Rupa Nasional 2024 dibuka di Art Space Gedung Sultan Agung Benteng Vredeburg di Titik Nol Malioboro, Yogyakarta, Sabtu (22/6/2024). Pameran bertajuk, “Indonesia Kini dan Masa Depan” tersebut dibuka oleh mantan Walikota Yogyakarta Heru Purwadi dan akan berlangsung hingga Rabu (26/6/2024) mendatang.
Didapuk sebagai kurator adalah Dr. Mohammad Rusnoto Susanto SPd MSn MCE, dengan penulis narasi Irjen Pol Prof Dr Chryshnanda Dwi Laksana MSi yang sesehari-hari menjabat Kepala Sekolah Staf dan Pimpinan (Kasespim) Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Lemdiklat) Polri, dan motivator seni rupa Agus Kamal. Salah satu peserta adalah Kembang Sepatu yang juga Ketua Umum Persatuan Pelukis Indonesia (PPI) yang mengusung lukisan bertajuk, “Noice_Gen Z” (akrilik di atas kanvas, 100 x 100 cm, 2024).
Dalam kuratorialnya, Rusnoto Susanto menulis, pameran ini menjadi renungan kembali bagi eksistensi seni yang bernuansa ke-Indonesiaan dengan sadar mempersoalkan seni rupa Indonesia saat ini dan ke depan.
Bagaimana sikap kritis seniman Indonesia ke depan dengan tantangan dunia baru dan pola-pola capaian teknologi mutakhir seperti Artificial Intelligence (AI)?
“Saat ini saya menantang praktisi seni dan seniman Indonesia untuk tetap menggali akar budaya kita di tengah sengkarutnya teknologi digital saat ini. Saya berharap kecanggihan teknologi seperti AI tak pernah memadamkan api kreativitas dengan ide-ide brilian dengan penghayatan pada otentisitas proses kreatif tanpa harus berseberangan dengan keniscayan-keniscayaan baru,” jelas Rusnoto yang juga dosen Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta.
AI, kata dia, adalah pembuka cara pandang baru kreativitas. “Kecerdasan buatan atau AI merupakan cabang ilmu komputer yang berfokus pada proses penciptaan sistem dan perangkat lunak yang dapat meniru (imitasi) dan mengeksekusi fungsi yang disalin dan dialih-ubah dengan kecerdasan manusia, seperti bagaimana proses pemecahan masalah, proses belajar, proses pengenalan pola, dan kemampuan berkomunikasi. AI telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan mausia sehari-hari saat ini, melalui aplikasi yang mudah diakses dan meluas dari bidang sains, teknologi, pendidikan, medis, hingga industri, dan biodang bisnis,” cetusnya.
Seiring dengan perkembangan dan kecanggihan teknologi, AI juga mulai merambah dunia seni. Proses pengimitasian atas pengetahuan, penginderaan visual maupun audio yang dimiliki manusia dalam menciptakan karya-karya baru yang mengejutkan, menggugah, dan inspiratif.
“AI telah banyak digunakan untuk menghasilkan ‘image’ (citra), eksplorasi visual, lukisan, musik, sastra, dan berbagai bentuk seni lainnya. Hal ini tentu saja menantang cara manusia dalam memahami konsep, menemukan sejumlah kreativitas, dan meninggikan efektivitas peran manusia dalam proses berkesenian,” paparnya.
Menurut Rusnoto, perkembangan AI dalam bidang seni dimulai dari eksperimentasi awal dalam generasi seni komputer yang berkembang pesat melalui kemajuan teknologi seperti “deep learning”, “neural networks”, dan “algoritma generative”.
“AI telah membuka peluang baru bagi seniman untuk berkolaborasi dengan teknologi, menciptakan karya-karya seni yang lebih eksploratif, inovatif, unik dan menarik yang mudah beradaptasi dengan konteks perubahan dan perkembangan seni global. Meskipun sesungguhnya penerapan AI dalam seni dimulai pada tahun 1960-an ketika para peneliti dan seniman mulai bereksperimentasi dengan berbagai aplikasi ‘software’ komputer yang terus dikembangkan untuk menciptakan karya seni digital,” terangnya.
Ia lalu merujuk salah satu contoh, misalnya awal AI dalam seni adalah karya Michael Noll, seorang insinyur Bell Labs yang berhasil menciptakan program komputer untuk menghasilkan pola geometris yang mirip dengan karya seni Piet Mondrian.
“Meskipun Piet Mondrian tak mengenal atau mengeksplorasi AI untuk menciptakan karya-karya seninya. Sejak saat itu, minat dalam AI seni terus berkembang, dan banyak peneliti mulai mencari cara untuk mengintegrasikan kecerdasan buatan dalam proses kreatif,” tutur yang low profile” ini.
Seiring dengan perkembangan teknologi, lanjut Rusnoto, berbagai algoritma dan teknologi AI telah diterapkan dalam aktivitas seni, seperti Neural Networks yang merupakan sistem komputasi yang terinspirasi oleh cara kerja jaringan saraf biologis, seperti kinerja neurologis pada neurosains.
“Neural networks digunakan dalam berbagai aplikasi AI seni, termasuk penciptaan lukisan, desain grafis, desain interior, dan ilustrasi, serta komposisi musik,” urainya.
Beberapa tokoh penting dunia yang telah menggabungkan AI dengan seni, kata Rusnoto, antara lain Harold Cohen, seorang seniman dan peneliti yang menciptakan AARON, sebuah program komputer yang mampu menggambar dan melukis secara otomatis.
“AARON dianggap sebagai salah satu contoh awal AI dalam seni dan telah menghasilkan ribuan karya seni sepanjang hidup Cohen,” tukasnya.
Pada bagian lain, kata Rusnoto, dengan adanya tokoh-tokoh penting yang menggabungkan AI dengan seni, kita dapat lebih memahami bagaimana AI telah membantu membuka potensi kreatif yang belum terjamah sebelumnya dan bagaimana kita dapat terus menggali kemungkinan-kemungkinan baru dalam seni dengan bantuan AI.
“Pengembangan teknologi AI telah menjadi keniscayaan dunia global yang menjangkiti semua praktisi seni ternasuk di Indonesia. Baik pada praktik langsung menerapkan kecanggihan AI dalam praktik seninya maupun sekedar terinspirasi melalui eksplorasi besar-besaran keniscayaan visual yang dihasilkan dan ditransformasi pada karya-karya seni seniman kontemporer Indonesia saat ini dan ke depannya,” tandasnya.
Prof Dr Chryshnanda Dwi Laksana menambahkan, seni budaya dalam gerakan moral dan sosial merupakan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai dasar kekuatan dalam menjaga keteraturan sosial dengan merawat kebinekaan.
“Di dalamnya ada solidaritas sosial bagi hidup dan kehidupan, nilai-nilai kearifan lokal semakin hidup dalam sanubari warganya yang harmoni, pembamgunan karakter masyarakat yang sadar melestarikan dan merawat kebinekaan. Kemajemukan yang berpotensi konflik dapat direduksi atau dapat diminimalisir dari seni budaya yang menjadi kekuatan daya tahan, daya tangkal dan daya saing bangsa,” jelasnya.
Peserta Pameran
Pameran Seni Rupa Nasional 2024 ini diikuti para peserta dari berbagai kota di Indonesia. Juga ada tiga peserta daru luar negeri, yakni Singapura (Sunar Sugiyou), India (Vijay Laxmi Birla), dan Kanada (Vincent Twardizk Ching).
Adapun peserta nasional yang berpartisipasi pada pameran ini adalah Budi Utomo, Carsilah dan Badriah (Bekasi), Lilik Subekti (Tangerang), Hery Maizul, Ratih NW, Bekti, Hananta, Ary Pudyanti, Semi K Swara, Thomas Budi P, Kusbudianto, Irawan Hadi, Agus Widiyanto, Petrus Chrisna, Pratiwi Endang, Tio G Merah, Supri Monyeng, Emor Mungkid, Rosalia Ratih, Suharmanto, Godeg Mintorogo, Heri Purwanto, Handoko Hohok, Syahrizal Pahlevi, Didin, Nur Azizah, Ikhman, Gunawan Bonaventura, Wantyo Indrawan dan Suraji (Yogyakarta).
Lalu, Lilik Subekti (Tangerang), Suhardi dan Ninik Purwanti (Kulonprogo), John R Sumule (Bandung), Shamady Nura, Ratno Art, Niken Indirawati, Adlianto Zaman, Akbar Linggaprana, Nadia Sandra D, Melly Kemala, Susi Neclin, R Irni Api, Feriendas dan Kembang Sepatu (Jakarta).
Berikutnya, Gatut Yuwono, Mutaqin dan Tata Sarmanta (Solo), Meisto Ve dan Loli Rusman (Padang), MA Fathurohman (Ponorogo), Mintosari (Bontang), Yohanes Dedy (Temanggung), Hikmah (Wonosobo), Annie Sofyan, Wanti, Joko S, Navi Hamzah dan Riyanti (Purwokerto), Surya Darma, Syamsul Arifin, Rudy Prasetyo (Balikpapan), Caklutfi dan Panji Karjo K (Wonogiri), Dewi Kurnia S, Sutrisno dan Ruby Ernawati (Samarinda), Anni Kholilah dan Dr Ahmad Garli (Aceh), Yulius Benardi, Kirana, Enchus, Eko Martoyo, Esthakaliza dan Ayu Sasmitha (Lampung), Severianus Widiatmiko (Sangatta), Trisna Dwi Prasetyo (Sidoarjo), Temmy Setiawan (Cepu), R Sigit Wicaksono (Bogor), Mira Achiruddin dan M Riyanto (Gresik), dan King Jerry (Indramayu).
Pun, Johanis Soul Ravenska Towoliu, Enoch Saul, Patrick Wowor, dan Denny Ratulangi (Manado), Nur Hasto N (Semarang), Achmad Safii, Achmad Tem dan Gede Udayana (Bali), Triyoso Yusuf, Rohmad Taufik (Bontang), Rochmat Rizal (Temanggung), Syahroni dan Sigit ASL (Semarang), Debora Susi dan Panji Karjo K (Wonogiri), Xbriansah K (Cilacap), Sukirno Hardi (Kediri), Ahmad Dzawil (Lamongan), Samsul Arifin (Banyuwangi), Bambang Hariyanto dan Nur Fadhilah (Madura), dan Devina (Surabaya).
Juga AR Tanjung (Depok), Agung Afghani (Cilacap), Anwar Sanusi (Pasuruan), Ardi Prasetyo (Boyolali), Fandhy Rais (Gorontalo), Anton (Serang), dan Titin (Surabaya).