TOKYO – Menteri Kehakiman Jepang yang baru diangkat, Hideki Makihara, pada Rabu (2/10) menyatakan bahwa penghapusan hukuman mati di Jepang, di mana tidak ada eksekusi dalam lebih dari dua tahun terakhir, dinilai “tidak tepat” karena mayoritas publik memandang hukuman mati sebagai “hal yang tak terhindarkan” untuk kejahatan berat.
Berbicara dalam konferensi pers, Makihara menekankan bahwa mengambil nyawa manusia adalah persoalan yang sangat serius dan harus dihadapi dengan kehati-hatian maksimal.
Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya perhatian publik terhadap proses peninjauan kembali kasus-kasus pidana, menyusul pembebasan Iwao Hakamata, seorang pria berusia 88 tahun yang menghabiskan hampir setengah abad di sel hukuman mati sebelum dinyatakan tidak bersalah. Makihara menegaskan bahwa “pertimbangan yang hati-hati dan menyeluruh dari berbagai perspektif sangat diperlukan” dalam kasus-kasus seperti ini.
Selain isu hukuman mati, Makihara juga menyikapi dengan hati-hati perdebatan tentang penggunaan nama belakang yang berbeda bagi pasangan suami istri, isu yang cukup kontroversial selama pemilihan presiden Partai Demokratik Liberal baru-baru ini. Ia memperingatkan bahwa perubahan tidak boleh dipaksakan di tengah perbedaan pendapat yang masih tajam di kalangan publik.
Terkait penerimaan pekerja asing di bawah sistem baru yang akan menggantikan program pelatihan tenaga kerja asing saat ini, Makihara mengatakan bahwa pihaknya akan bekerja sama dengan kementerian terkait untuk menentukan sejauh mana perpindahan pekerjaan akan diizinkan.
Sistem baru yang dijadwalkan diterapkan pada tahun 2027 ini akan memungkinkan perpindahan pekerjaan setelah satu atau dua tahun bekerja di satu tempat, menggantikan sistem saat ini yang melarang perpindahan selama tiga tahun pertama.
© KYODO