Damai Hari Lubis-Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212
Dengan merujuk pada fenomena perilaku hukum yang tergambar dalam rangkuman film dokumenter “DIRTY VOTE”, yang secara faktual menggambarkan keadaan yang ada, kami menemukan bahwa film tersebut menyajikan bukti konkret mengenai penyimpangan hukum. Film tersebut mengungkap data dan peristiwa nyata yang terkait dengan pembiaran pelanggaran pemilu oleh Bawaslu, yang dilakukan oleh beberapa pejabat publik.
Kecurangan lainnya yang diakui oleh KPU adalah adanya penyimpangan dalam sistem perundang-undangan terkait pemilihan di Taipei. Penyimpangan ini terjadi dalam hal coblos duluan yang melanggar ketentuan PKPU tentang jadwal penyelenggaraan pemilu di luar negeri. Selain itu, terdapat juga suara peserta pemilu yang, menurut pengakuan KPU, berjumlah sekitar 1,2 juta suara yang tidak valid, namun belum diketahui pelakunya serta sanksi hukum yang akan diberlakukan terhadap mereka.
Dengan demikian, fenomena penyimpangan moral, politik, dan hukum yang terjadi, yang terhubung dengan pengakuan tersebut, ditambah dengan kecurigaan publik akan adanya “penggelembungan suara ghaib” melalui penghitungan KPU yang dapat menguntungkan pasangan calon tertentu, maka sangat mungkin akan terjadi gelombang protes. Protes ini dapat berupa upaya hukum melalui Judicial Review di Mahkamah Konstitusi, serta mungkin juga akan timbul aksi-aksi demonstrasi dari kelompok masyarakat yang merasa kecewa terhadap sistem penghitungan yang dilakukan oleh KPU.
Maka, diharapkan bahwa Anies siap dan bersedia untuk memimpin atau setidaknya hadir dalam menghadapi gelombang protes massa yang diprediksi akan terjadi. Estimasi menyebutkan bahwa aksi massa tersebut dapat mencapai jumlah yang signifikan, seperti saat kampanye terakhir AMIN di JIS pada 10 Februari 2024. Diperkirakan bahwa aksi massa tidak hanya akan terjadi di Jakarta, tetapi juga secara serentak akan muncul di seluruh wilayah, baik di kota-kota maupun kabupaten di seluruh Indonesia.
Oleh karena itu, implikasi dari dugaan pemilu curang ini seharusnya diantisipasi oleh KPU, Bawaslu, dan aparatur yang terlibat. Langkah-langkah pengamanan yang dilakukan harus bersifat profesional dan proporsional, dengan mengutamakan objektivitas dan akuntabilitas. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa penyelenggaraan pemilu berlangsung secara jujur dan adil, baik selama maupun setelah tanggal 14 Februari 2024.