Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)

Jakarta – MUNGKIN tulisan ini kurang populer karena isinya mengkritisi sikap Komeng, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mewakili Provinsi Jawa Barat yang memang sudah populer.
Selain Komeng yang bernama asli Alfiansyah, ada tiga senator lain yang mewakili Jabar, yakni Aanya Rina Casmayanti, Jihan Fahira, dan Agita Nurfianti. Dus, Komeng adalah satu-satunya senator laki-laki, dan tentu saja paling macho, yang mewakili wilayah Pasundan.
Komeng berhasil meraih suara tertinggi di antara semua senator, bukan hanya di lingkup Jabar, melainkan juga di lingkup nasional dengan perolehan 5.399.699 suara.
Maka tak heran jika Komeng yang sudah terlanjur populer sebagai artis itu, kini makin populer sebagai senator dengan perolehan suara tertinggi di Indonesia. Jadi wajar jika tulisan yang mengkritisi Komeng, yang sekali lagi sudah terlanjur populer, ini nanti tidak populer.
Tapi apa boleh buat. Sebagai senator yang gajinya berasal dari pajak rakyat, sikap Komeng yang cenderung cengeng dan melankolis itu wajib hukumnya untuk dikritisi.
Komeng boleh terima atau tidak. Apalagi ketika kritik ini disampaikan dengan cara yang tidak jenaka sebagaimana kebiasaan komedian itu dalam keseharian.
Salah Kamar
Persoalan tiba-tiba muncul. Komeng dalam sidang paripurna yang dipimpin Ketua DPD Sultan B Najamudin tiba-tiba ditetapkan sebagai anggota Komite II yang antara lain membidangi masalah pertanian dan perkebunan.
Padahal, Komeng maunya di Komisi III yang antara lain membidangi seni dan budaya. Komeng pun sempat protes ihwal penempatan dirinya yang salah kamar itu, karena merasa tidak ahli di bidang pertanian dan perkebunan. Ia minta dipindah ke Komisi III yang membidangi seni dan budaya.
Tentu saja, aksi protes itu disampaikan Komeng dengan bahasa yang jenaka, sehingga memancing gelak tawa nyaris semua peserta sidang.
Akan tetapi, agaknya Komeng alpa bahwa senator, dan juga legislator, bukanlah seorang spesialis. Senator atau legislator adalah seorang generalis.
Ibarat dokter, senator atau legislator adalah dokter umum, bukan dokter spesialis yang untuk meraih status spesialis itu harus dilakukan dengan berdarah-darah.
Sebagai generalis, seorang senator atau legislator harus siap ditempatkan di mana saja, di alat kelengkapan apa saja.
Senator atau legislator cukuplah sedikit menguasai ilmu sebuah bidang tertentu, tak perlu banyak-banyak. Sebab yang diperlukan dari seorang senator atau legislator adalah suara atau “vote”-nya terkait kebijakan pemerintah. Hanya suara yang dibutuhkan pemerintah dari senator atau legislator, setuju atau menolak usulan kebijakan pemerintah.
Sebab itulah, negara melengkapi senator dan juga legislator dengan sejumlah tenaga ahli. Merekalah yang bekerja dengan keahlian yang spesialis itu kemudian memberikan masukan kepada senator atau legislator yang seorang generalis. Tak terkecuali Komeng, “new comer” atau pendatang baru di Senayan yang mungkin masih demam panggung dan gagap dengan tugas, fungsi dan wewenangnya.
Dikutip dari sejumlah sumber, DPD memiliki empat komite sebagai alat kelengkapan dewan, yakni Komite I, Komite II, Komite III dan Komite IV.
Komite II merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap, yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Tertib.
Berdasarkan Pasal 83 Tatib tersebut, Komite II DPD memiliki lingkup tugas, yaitu:
Pertama, pelaksanaan fungsi legislasi dan fungsi pengawasan terkait pengelolaan sumber daya alam; dan
pengelolaan sumber daya ekonomi lainnya.
Kedua, penyampaian bahan masukan dalam rangka penyusunan pertimbangan atas Rancangan Undang-Undang (RUU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai pelaksanaan fungsi anggaran.
Berdasarkan Pasal 84 dalam peraturan yang sama, Komite II DPD melaksanakan lingkup tugas dalam bidang-bidang berikut ini, yaitu pertanian dan perkebunan; perhubungan; kelautan dan perikanan; energi sumber daya mineral; kehutanan dan lingkungan hidup; ekonomi kerakyatan; Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berkaitan dengan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; perindustrian dan perdagangan;
pekerjaan umum dan perumahan rakyat; ketahanan pangan; dan meteorologi, klimatologi, dan geofisika.
Pada periode 2024-2029 ini, Komite II DPD juga siap mendukung program makan bergizi gratis yang dicanangkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Adapun tugas Komite III DPD sebagaimana diatur dalam Tatib DPD, yakni Pasal 83, meliputi:
Pertama, pelaksanaan fungsi legislasi dan fungsi pengawasan terkait pendidikan dan agama.
Kedua, penyampaian bahan masukan dalam rangka penyusunan pertimbangan atas RUU APBN sebagai pelaksanaan fungsi anggaran.
Selain itu, dalam Pasal 84 peraturan yang sama, Komite III DPD menjalankan pelaksanaan lingkup tugas meliputi beberapa bidang berikut, yaitu pendidikan; agama; kebudayaan; kesehatan; pariwisata; pemuda dan olahraga; kesejahteraan sosial; pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; tenaga kerja; keluarga berencana; perpustakaan; dan ekonomi kreatif.
Secara umum, DPD mewakili kepentingan dan aspirasi daerah, serta memainkan peran penting dalam merumuskan kebijakan dan mengawasi pelaksanaan pemerintahan di tingkat pusat.
Dikutip dari sejumlah sumber, berikut fungsi, tugas dan wewenang DPD.
Fungsi DPD
Fungsi utama DPD adalah sebagai perwakilan daerah yang mewakili kepentingan dan aspirasi daerah dalam proses perumusan dan pengambilan kebijakan di tingkat nasional.
DPD merupakan wadah bagi perwakilan daerah untuk berpartisipasi dalam proses legislasi dan pengawasan kebijakan pemerintah.
Tugas DPD
Tugas DPD meliputi beberapa aspek yang penting. Pertama, DPD berperan dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan otonomi daerah, terutama dalam hal pelaksanaan undang-undang yang berkaitan dengan daerah.
Kedua, DPD juga memiliki tugas dalam mengawasi pelaksanaan pembangunan nasional yang berkaitan dengan daerah.
Ketiga, DPD memiliki tugas dalam melakukan pengajuan usulan, pertimbangan, dan pendapat terhadap RUU yang diajukan oleh DPR.
DPD memiliki hak untuk memberikan pendapat atau usulan perubahan terhadap RUU yang dianggap memiliki dampak signifikan bagi daerah.
Wewenang DPD
Wewenang DPD mencakup beberapa hal. Pertama, DPD memiliki wewenang untuk mengajukan inisiatif RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, pemberdayaan masyarakat, dan kepentingan daerah lainnya.
DPD juga memiliki wewenang untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap RUU yang berdampak signifikan terhadap daerah.
Selain itu, DPD memiliki wewenang untuk mengadakan penyelidikan terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan daerah, baik yang diajukan oleh anggota DPD sendiri maupun oleh pemerintah.
DPD juga dapat memberikan pertimbangan terhadap RUU APBN yang berdampak terhadap daerah.
Pendek kata, DPD memiliki peran yang penting dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Melalui fungsi, tugas, dan wewenang yang dimilikinya, DPD mewakili kepentingan dan aspirasi daerah dalam proses perumusan dan pengambilan kebijakan di tingkat nasional.
DPD berperan dalam pengawasan, pengajuan usulan dan pertimbangan terhadap RUU yang berkaitan dengan daerah.
Dengan pemahaman yang baik tentang fungsi, tugas dan wewenang DPD, niscaya Komeng dan para senator lainnya akan dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik.
Setiap senator harus siap melaksanakan “tour of duty” dan “tour of area”, berpindah dari satu komite ke komite lainnya yang bidang tugasnya berbeda-beda.
Selain untuk memberikan pengalaman, juga untuk mencegah kongkalikong dengan mitra kerjanya di pemerintah.
Seperti di DPR RI, jika seorang anggota Dewan lama bercokol di komisi tertentu, maka akan membuka peluang kongkalikong dengan mitra kerjanya di pemerintahan.
Komeng perlu catat ini!