Tangerang – Fusilatnews – tudingan bahwa munculnya pagar laut di perairan Tangerang adalah buatan nelayan sendiri, dengan tegas dan me3nggunakan logika sederhana ditolak oleh para nelayan.
Hal ini dijelaskan oleh salah seorang nelayan asal Desa Tanjung Pasir, Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten bernama Maun yang membantah tudingan bahwa pagar laut itu dibangun oleh nelayan Sendiri
Menurutnya, hal itu tidak logis karena keberadaan pagar laut justru merugikan nelayan sendiri karena menghambat aktivitas dan pergerakan perahu dan kapal nelayan
“Namanya nelayan di sini kami dirugikan, karena jalan kami ketutup membuat kami kesulitan dalam menggerakkan perahu-perahu kami dan kapal- kapal kami Masa kami yang masang, kami yang sengsara?” kata Maun Senin (13/1/2025).
“Nelayan? mana mungkin beli bambu itu, nggak murah, mahal, panjang berapa puluh kilometer, boro-boro mau beli bambu nancepnya juga buang waktu. Harusnya kita melaut jadi enggak, kan nggak mungkin,” katanya menambahkan.
Maun juga memastikan bahwa nelayan di Tanjung Pasir tidak terlihat dengan aktivitas pemasangan pagar laut itu.
Namun, ia juga tak menampik ada kemungkinan nelayan di daerah lain yang ikut serta. Ia mengatakan hal tersebut dimungkinkan karena cuaca sedang tidak mendukung untuk melaut.
Kalau di sini nggak ada (nelayan yang pasang), justru kita minta solusi aja supaya jangan di pagar untuk kita ini (melaut) nggak bisa,” katanya.
“Mungkin di tempat lain ada juga, tapi jangan disalahkan juga nelayan istilahnya kerja, kan musim angin agak susah melaut dan ditawari kerjaan nancep (bambu) kan begitu, tapi di sini nggak ada (nelayan) sama sekali di daerah ini,” katanya.
Justru, pihaknya mengungkapkan bahwa yang terlibat penancapan itu adalah pihak RT maupun RW setempat. “Itu memang yang nancep pegawai desa, ikut nancep (RT/RW),” katanya.
Disinggung soal adanya pagar laut tersebut dapat mencegah abrasi, pihaknya mengatakan bahwa itu kebohongan. Ia mengatakan masyarakat sekarang sudah cerdas dan tidak bisa dibodohi.
Menurutnya, pagar tersebut juga akan ambruk sendiri apabila terkena ombak maupun rob.
“Itu benar-benar bohong, yang ngomong itu kalau bener suruh datang ke Tanjung Pasir khususnya, bertemu sekalian dengan para nelayan daerah pesisir,” katanya.
“Nggak mungkin (mencegah abrasi), makanya masyarakat sekarang itu udah pinter jangan ngomong seperti itu lah. Roboh, jangankan rob, kena ombak baratan aja rusak, itu rusak bukan karena dicabut tapi karena kena ombak,” katanya menambahkan.
Nelayan lainnya, Nano (60) mengungkapkan hal yang serupa. Ia mengungkapkan pernah meminta agar pagar laut tersebut tak menghalangi jalur melaut para nelayan ketika pertama kali pemasangan pagar laut di Tanjung Pasir. Namun, ia menegaskan bahwa jika penolakan itu bukan untuk menghalangi pembuatan pagar laut namun hanya untuk memperjuangkan jalur melaut para nelayan.
“Jiwa nelayan memperjuangkan jalurnya itu. Pertama, protes itu karena jalur kapal, jadi yang dikasih itu dangkal, nah kalau nyangkut, (kapalnya) kebalik kena ombak gimana?” katanya.
Kalau di sini nggak ada (nelayan yang pasang), justru kita minta solusi aja supaya jangan di pagar untuk kita ini (melaut) nggak bisa,” katanya.
“Mungkin di tempat lain ada juga, tapi jangan disalahkan juga nelayan istilahnya kerja, kan musim angin agak susah melaut dan ditawari kerjaan nancep (bambu) kan begitu, tapi di sini nggak ada (nelayan) sama sekali di daerah ini,” katanya.
Justru, pihaknya mengungkapkan bahwa yang terlibat penancapan itu adalah pihak RT maupun RW setempat. “Itu memang yang nancep pegawai desa, ikut nancep (RT/RW),” katanya.
Disinggung soal adanya pagar laut tersebut dapat mencegah abrasi, pihaknya mengatakan bahwa itu kebohongan. Ia mengatakan masyarakat sekarang sudah cerdas dan tidak bisa dibodohi. Menurutnya, pagar tersebut juga akan ambruk sendiri apabila terkena ombak maupun rob.
“Itu benar-benar bohong, yang ngomong itu kalau bener suruh datang ke Tanjung Pasir khususnya, bertemu sekalian dengan para nelayan daerah pesisir,” katanya.
“Nggak mungkin (mencegah abrasi), makanya masyarakat sekarang itu udah pinter jangan ngomong seperti itu lah. Roboh, jangankan rob, kena ombak baratan aja rusak, itu rusak bukan karena dicabut tapi karena kena ombak,” katanya menambahkan.
Nelayan lainnya, Nano (60) mengungkapkan hal yang serupa. Ia mengungkapkan pernah meminta agar pagar laut tersebut tak menghalangi jalur melaut para nelayan ketika pertama kali pemasangan pagar laut di Tanjung Pasir. Namun, ia menegaskan bahwa jika penolakan itu bukan untuk menghalangi pembuatan pagar laut namun hanya untuk memperjuangkan jalur melaut para nelayan.
“Jiwa nelayan memperjuangkan jalurnya itu. Pertama, protes itu karena jalur kapal, jadi yang dikasih itu dangkal, nah kalau nyangkut, (kapalnya) kebalik kena ombak gimana?” katanya.
Kalau tadi saya konfirmasi (manajemen ASG), enggak ada, itu fitnah semua. Nggak ada pembelian (untuk pembebasan lahan) di situ,” Kata Muannas Sabtu (11/1/2025).
Kemudian mengenai kesaksian warga dari Tanjung Pasir sampai Kronjo yang menyampaikan bahwa pagar laut nantinya akan menjadi pembatas reklamasi PIK 2. Muannas pun membantah adanya perluasan PIK sampai ke kawasan tersebut.
“Enggak betul. Fitnah,” tegasnya.
Lalu, termasuk juga informasi dari warga yang menyampaikan bahwa pagar laut yang terbuat dari bambu itu dibangun untuk pemetaan lahan.
“Fitnah!” tegasnya kembali.
Muannas menegaskan bahwa tidak ada keterlibatan klien-nya, ASG, dengan kehadiran pagar laut ‘misterius’ tersebut, seperti yang dituduhkan.
“Saya tegaskan, berita terkait adanya pagar laut itu (dikaitkan dengan pengembang PSN PIK 2) tidak benar,” kata dia.
Menurut penuturan Muannas, berdasarkan informasi yang diperoleh, pembangunan pagar laut itu justru dibangun oleh masyarakat sekitar. Ia menyebutkan beberapa dugaan kepentingan warga sekitar dalam melakukan pembangunan pagar laut tersebut.
“Karena sebenarnya yang kami tahu itu merupakan tanggul laut yang terbuat dari bambu yang biasanya difungsikan untuk pemecah ombak, dan akan dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai tambak ikan di dekat tanggul laut tersebut, atau digunakan untuk membendung sampah seperti yang ada di Muara Angke. Atau bisa jadi sebagai pembatas lahan warga pesisir yang kebetulan tanahnya terkena abrasi,” ungkapnya.
Muannas menyampaikan itulah beberapa kemungkinan yang terjadi, bahwa pemagaran laut berkaitan dengan kepentingan dari masyarakat sekitar. “Itu adalah tanggul laut biasa yang terbuat dari bambu, yang dibuat dan diinisiatif dan hasil swadaya masyarakat, yang kami tahu. Tidak ada kaitan sama sekali dengan pengembang karena lokasi pagar tidak berada di wilayah P