Pernyataan yang diutarakan oleh Abu Bakar Al-Habsy, Sekjen Partai Keadilan Sejahtera (PKS), bahwa “kekuasaan itu indah” telah menuai kontroversi. Sebagai partai yang membawa panji Islam, ungkapan ini dianggap bertentangan dengan ajaran dasar Islam tentang tanggung jawab kepemimpinan. Dalam pandangan Islam, kekuasaan bukanlah sesuatu yang indah semata, melainkan sebuah amanah yang menuntut tanggung jawab besar di hadapan Allah dan manusia. Ucapan ini, selain tidak pantas dan tidak lazim diucapkan oleh pejabat publik, terutama dari partai berbasis agama, juga mengandung nuansa inkonsistensi dengan nilai-nilai moral Islam.
Kekuasaan dalam Islam: Amanah yang Berat
Islam mengajarkan bahwa setiap manusia adalah pemimpin, baik dalam kapasitasnya yang kecil, seperti memimpin diri sendiri, keluarga, atau dalam kapasitas yang lebih besar, seperti menjadi pemimpin umat atau negara. Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa kepemimpinan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan, bukan sekadar kesempatan menikmati “keindahan” kekuasaan. Di dalam Islam, kekuasaan adalah alat untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, yakni menegakkan keadilan dan kebenaran serta memelihara umat dari segala bentuk kezaliman dan penindasan. Pemimpin adalah pelayan bagi rakyatnya, bukan seorang yang memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Dengan demikian, pernyataan “kekuasaan itu indah” menjadi kontradiktif dengan prinsip bahwa setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban. Seorang pemimpin dalam Islam seharusnya tidak memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang menawan atau menyenangkan semata, tetapi lebih sebagai tugas mulia yang penuh tantangan dan ujian.
Ketidaksesuaian dengan Nilai-Nilai PKS
Sebagai partai yang mengusung ajaran Islam, PKS diharapkan menjadi teladan dalam menjaga moralitas dan integritas kepemimpinan. Pernyataan Sekjen PKS ini tidak hanya tidak lazim, tetapi juga tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diemban oleh partai yang berbasis agama. Bagaimana mungkin partai yang mengklaim memperjuangkan nilai-nilai Islam membiarkan pernyataan seperti ini terlontar dari tokoh pentingnya?
Ungkapan “kekuasaan itu indah” seolah-olah mencerminkan pandangan bahwa kekuasaan adalah hadiah, sesuatu yang bisa dinikmati tanpa beban tanggung jawab yang menyertainya. Padahal, dalam ajaran Islam, kepemimpinan harus dijalankan dengan ketundukan kepada Allah, kerendahan hati, serta dengan rasa takut akan hari perhitungan di akhirat. Jika kekuasaan dipandang hanya sebagai sesuatu yang indah, maka esensi dari amanah kepemimpinan itu sendiri bisa tereduksi menjadi sekadar pencapaian duniawi yang dangkal.
Ungkapan yang Tidak Edukatif dan Tidak Bermoral
Selain bertentangan dengan ajaran Islam, pernyataan ini juga tidak memiliki nilai edukatif bagi publik. Dalam konteks pendidikan politik, para pemimpin partai politik seharusnya menyampaikan pesan yang memotivasi dan mendidik rakyat tentang tanggung jawab dan pengorbanan dalam kepemimpinan. Dengan melontarkan pernyataan yang menekankan “keindahan” kekuasaan, narasi yang terbentuk di tengah masyarakat bisa saja menjadi keliru—bahwa kekuasaan itu menyenangkan dan penuh dengan kenikmatan. Padahal, seharusnya rakyat diajarkan bahwa kekuasaan adalah alat untuk menegakkan kebenaran, bukan sesuatu yang diperebutkan demi keuntungan pribadi atau kelompok.
Selain tidak edukatif, ungkapan ini juga tidak bermoral. Seorang pemimpin yang berakhlak mulia akan lebih memilih untuk merendah di hadapan rakyatnya, serta menekankan pada aspek pengorbanan dan kesungguhan dalam melayani. “Kekuasaan itu indah” menyiratkan seakan-akan ada kenikmatan dalam memegang tampuk kekuasaan, padahal seorang pemimpin yang baik harus menyadari bahwa kekuasaan adalah ujian berat yang harus dijalani dengan penuh tanggung jawab.
Menghinakan Nilai-Nilai Islami
Pada akhirnya, pernyataan ini tidak hanya menciderai moral politik tetapi juga menghinakan nilai-nilai Islami yang diusung oleh PKS. Islam mengajarkan pentingnya menjaga amanah dan menjalankan kekuasaan dengan penuh ketakwaan. Kekuasaan bukanlah sekadar tempat untuk menikmati kedudukan, melainkan medan untuk membuktikan ketulusan dan komitmen seseorang dalam melayani umat. Dengan melontarkan pernyataan seperti ini, nilai-nilai keislaman seperti keadilan, tanggung jawab, dan amanah, yang seharusnya dijunjung tinggi, justru seolah-olah diabaikan.
Kesimpulan
Pernyataan “kekuasaan itu indah” yang diucapkan oleh Abu Bakar Al-Habsy bertentangan dengan ajaran Islam mengenai tanggung jawab kepemimpinan. Dalam Islam, kekuasaan adalah amanah yang menuntut pemimpin untuk selalu ingat bahwa setiap tindakan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Selain tidak pantas diucapkan oleh pejabat dari partai yang berlandaskan nilai-nilai Islam, ungkapan ini juga tidak memiliki nilai edukatif dan merendahkan moral politik yang seharusnya menjunjung tinggi amanah dan tanggung jawab. Seorang pemimpin, terutama yang berada dalam naungan partai Islam, harus senantiasa mengingat bahwa kekuasaan adalah ujian, bukan sekadar kenikmatan dunia yang bersifat sementara.