Oleh: Karyudi Sutajah Putra
Jakarta, Fusilatnews – Penanganan perkara dugaan tindak pidana perbankan syariah dan pencucian uang yang terjadi di Bank Syariah Indonesia (BSI) Kantor Cabang S Parman 1 di Kota Bengkulu oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah memasuki tahap penyidikan sejak 23 Agustus 2024.
Dari hasil penyelidikan dan penyidikan tersebut, seorang mantan pegawai BSI S Parman 1 Bengkulu berinisial Ibu T ditetapkan sebagai tersangka pada 20 September 2024.
“Tersangka disudutkan sebagai pihak yang melakukan ‘one man show’ (bertindak seorang diri) terhadap ‘fraud’ atau kesalahan dalam pengelolaan dana masyarakat atau nasabah berupa cicilan emas, deposito, dan/atau dana simpanan nasabah. Para nasabah BSI S Parman 1 Bengkulu telah menderita kerugian yang ditaksir mencapai miliaran rupiah dari ‘fraud’ tersebut,” kata M Pilipus Tarigan SH MH, kuasa hukum tersangka, dalam rilisnya, Kamis (17/10/2024).
Selama proses penyidikan berlangsung, kata Pilipus, penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri memeriksa beberapa saksi, kemudian turut melakukan pemanggilan terhadap tersangka untuk didengar keterangannya demi kepentingan penyidikan.
“Pemanggilan tersangka itu telah dilakukan dua kali pada 26 September 2024 dan 1 Oktober 2024 yang pada pokoknya meminta tersangka untuk datang memberikan keterangan di hadapan penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri di Jakarta. Akan tetapi, kondisi tersangka sangat tidak memungkinkan untuk memenuhi kedua panggilan tersebut, karena bertempat tinggal di Bengkulu dan sedang hamil dengan usia kandungan dua bulan,” jelas Pilipus.
Kuasa hukum tersangka, lanjut Pilipus, pun mengajukan Surat Nomor 251/KHERN/X/2024 tertanggal 7 Oktober 2024 perihal Permohonan Penundaan Pemeriksaan Tersangka yang meminta supaya pemeriksaan ditunda, dan tersangka dapat diperiksa di Bengkulu atas pertimbangan kesehatan dan kandungan yang masih rentan. Permohonan itu didukung dengan lampiran bukti hasil USG kehamilan tersangka dan surat keterangan istirahat dari dokter kandungan.
“Alih-alih mempertimbangkan kondisi kesehatan dan kandungan tersangka, tim penyidik justru melakukan upaya paksa berupa penangkapan tersangka di rumahnya di Bengkulu, tepat pada hari ini, Kamis 17 Oktober 2024 pagi hari,” sesalnya.
Ironisnya, kata Pilipus, penyidik yang datang tidak menunjukkan Surat Perintah Penangkapan, namun langsung membawa tersangka dengan alasan tidak memenuhi dua surat panggilan dari kepolisian.
“Tetangga sekitar rumah tersangka menginformasikan bahwa tersangka diboyong ke Polda Bengkulu, di mana suami tersangka mencemaskan kondisi kesehatan istrinya yang sedang menurun karena mengalami demam.
Tindakan penangkapan tersangka ini sungguh menunjukkan sisi yang tidak manusiawi dari penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri. Padahal tersangka adalah seorang ibu yang sedang mengandung dan memiliki kesehatan yang belum prima untuk menjalankan aktivitas yang berat dan melelahkan, terlebih melakukan perjalanan jauh. Kondisi tersebut seharusnya menjadi perhatian dan bahan pertimbangan bagi penyidik untuk menunda proses pemeriksaan tersangka,” tukasnya.
Sampai saat ini, kata Pilipus lagi, sesungguhnya tersangka masih membutuhkan istirahat. “Berdasarkan surat keterangan dr Violita SpOG yang dikeluarkan tanggal 14 Oktober 2024, tersangka didiagnosis terancam keguguran (abortus imminens) sehingga harus istirahat cukup selama tiga hari.
“Jikalau tersangka kurang istirahat saat kehamilan trimester pertamanya, dokter menerangkan ada dampak buruk terhadap kesehatan ibu hamil dan bayi yang sedang dikandungnya, serta risiko keguguran yang mengancam nyawa bayi. Maka dari itu, kami menuntut kepada penyidik untuk melihat perkara ini secara utuh dan memperlakukan tersangka secara manusiawi. Disinyalir, tersangka tidak sendirian dalam melakukan tindak pidana yang dilaporkan terhadapnya, sebab diduga kuat ada keterlibatan manajemen BSI Cabang S Parman 1 Bengkulu atasan tersangka, dan pegawai bank lainnya dalam segala transaksi dan kegiatan perbankan yang merugikan nasabah,” terangnya.
“Besar harapan kami agar keadilan prosedural dapat ditegakkan melalui penanganan perkara yang tidak memihak, dan berpedoman pada prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan yang berlaku,” tandasnya.