FusilatNews- Dengan terungkapnya, bagaimana Birgadir J dibunuh, seperti hasil autopsy didapat 5 lobang peluru dan luka-luka bekas-bekas penganiayaan, menjelaskan betapa biadabnya perilaku tersebut. Lebih dari itu, penjelasan KAPOLRI, bahwa tindakan sadistis kepada Brigadir J, dilakukan oleh dua orang rekannya, atas perintah dan arahan dari atasan langsungnya sendiri. Dan yang lebih keji lagi, terungkap bahwa Ferdy Sambo, membuat scenario, seolah-olah ini terjadi tembak menembak, dan dia sendiri seolah-olah tidak tahu menahu. Sambo membuat alibi, pada hari pembantaian itu, melakukan uji PCR. Ini kejahatan tingkat dewa kedua kalinya, setelah kita menjadi saksi bersama, terjadi pula kepada 6 syuhada FPI, yang dibunuh oleh oknum-oknum polisi itu.
Atitude polisi seperti itu, sudah harus dinilai sebagai berlebihan. Extra ordinary attitude and crimes. Polisi adalah sipil yang dipersenjatai, untuk melumpuhkan. Bukan untuk membunuh. Misinya bertugas membawa setiap perkara keranah yuridis.
Fatsun umum, bahwa Polisi adalah badan yang dibentuk diberdayakan oleh suatu negara, dengan tujuan untuk menegakkan hukum, menjamin keselamatan, kesehatan, dan harta benda warga negara, dan mencegah kejahatan dan kekacauan sipil. Kekuatan syah mereka diberi kewenangan untuk melakukan penangkapan dan penggunaan kekuatan yang dilegitimasi oleh negara melalui monopoli atas kekerasan.
Jadi mereka adalah, organisasi resmi yang bertanggung jawab untuk melindungi warga dan raja-kayanya, membimbing warga untuk taat hukum, mencari tahu dan menyelesaikan kejahatan, dan menangkap orang yang telah melakukan kejahatan: itulah sosok Polisi yang mempunyai Lambang dan motto Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) berbunyi Rastra Sewakottama dari Bahasa Sansekerta yang berarti “Pelayan utama Bangsa”.
Pada awal pembentukan Kepolisian Negara, kepolisian sebagai perangkat Kementerian Dalam Negeri yang bertanggung jawab terkait masalah administrasi. Sementara masalah operasional bertanggung jawab kepada Jaksa Agung. Namun setelah keluarnya PP No. 11 Tahun 1946 tanggal 1 Juli 1946, Kepolisian Negara bertanggung jawab secara langsung kepada Presiden. Tanggal 1 Juli inilah yang kemudian diperingati sebagai Hari Bhayangkara atau HUT Polri.
Pada peringatan HUT PORI atau Hari Bhayangkara ke 76 Tahun 2022, Kepolisian Republik Indonesia telah merilis logo HUT Bhayangkara ke 76 Tahun 2022. Tema Slogan Logo HUT Bhayangkara ke-76 Tahun 2022 yaitu PRESISI. PRESISI kepanjangan dari Prediktif Responsibilitas Transparansi Berkeadilan. Itulah slogan hari Bhayangkara ke-76 tahun 2022, tanggal 1 Juli yang lalu.
Struktur organanisasi
Sebagai Lembaga Pelayan dan Pengayom masyarakat, maka menjadi logis, bila aparatur kepolisian itu ada di organisasi yang paling bawah, yang langsung melayani rakyat. Bukan di kantor polisi yang berada diatasnya, yang tidak langsung melayani rakyat. Perhatikan bagaimana polisi Jepang, Koban Polis, bekerja. Ia bak siput merayap ke lingkungan-lingungan penduduk, sehingga tahu persis situasi dan keadaan didaerahnya. Atau seperti di Bali, ada informal Polisi Desa, yang disebut Pecalang. Mereka adalah Pelaku adat sukarela, yang bertanggung awab kepada Kepala Desa (seperti Punong Barangay – di Philipina). Keberadaannya, sangat efektif, sehingga di Bali, hampir tidak ada pencurian di desa-desa. Aman.
Professionalism
Kompetensi kepolisian, bukan bagaimana menjadi sniper (penembak jitu), atau pendekar. Ia harus seiring dengan tugas keseharianya, yaitu sebagai aparat penegak hukum. Front liner of law enforcement. Kuat dalam wilayah yuridiksi dan ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan lainnya.
Tugas lain yang inherent dengan kepolisian adalah sebagai communicator atau influencers. Mengajak masyarakat untuk taat hukum, turut menjaga tertib lingkungan, menjadi pagar betis untuk membendung para pelaku-pelaku kejahatan criminal di daerah masing masing.
Brigade Mobil dengan segala perlengkapan persenjataannya, biarlah mereka ditempatkan di daerah-daerah rawan seperti di Papua. Biarlah mata masyarakat, jauh dari melihat convoy mereka, supaya bisa mengurani ketegangan urat syarafnya. Traumatic bagaimana melihat polisi melakukan smackdown adik-adik mahasiswa pendemo.
Demiliterisasi
Core business kepolisian adalah Pelayan dan Pengayom masyakat, Rastra Sewakottama, bukan tentara yang tugasnya membunuh dan melumpuhkan musuh. Jadi darah yang mengalir ditubuhnya adalah hospitality. Bukan combatant. Faham akan psychological services. Atribut-atribut kemiliterannya, tidak diperlukan saat operasi pelayanan, yang membuat rakyat berjarak. Pangkat dan kepangkatan adalah strata dan hirarhi garis komando, dalam militer. Tentara hanya tunduk dan taat pada perintah komandan. Polisi tidak begitu. Ia tunduk dan taat pada aturan hukum yang berlaku. Barisan penegak hukum. Pencalang, dihormati dengan ikat kepala dan sarungannya. Bukan goloknya.
Menjadi gagah dan serem ketika kumisnya tebal.