Cirebon – Fusilatnews – Sidang lanjutan Peninjauan Kembali (PK) kasus pembunuhan Vina dan Muhammad Rizky alias Eky, yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon pada Rabu (11/9/2024), diwarnai dengan suasana haru dan isak tangis. Sidang ini melibatkan enam terpidana kasus tersebut: Jaya, Supriyanto, Eko Ramadhani, Eka Sandi, Hadi Saputra, dan Rivaldi Aditya Wardana.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Arie Ferdian, salah seorang terpidana, Hadi Saputra, memberikan kesaksian mengejutkan tentang tindak kekerasan yang dialaminya selama pemeriksaan polisi pada tahun 2016. Hadi menceritakan dengan suara tercekat dan sesekali menangis tentang penyiksaan brutal yang dialaminya selama berada di Mapolres Cirebon Kota.
Hadi mengaku bahwa saat ditangkap bersama tujuh temannya pada malam kematian Vina dan Eky, mereka tidak diberikan surat perintah dan langsung dibawa ke Mapolres Cirebon Kota. Sesampainya di sana, mereka disuruh jongkok dan dipukuli dengan tangan, kaki, dan alat-alat lainnya. “Kami dipukuli, diinjak-injak, dan tidak diberi kesempatan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi,” ujar Hadi.
Menurut Hadi, proses penyiksaan berlanjut dengan pemukulan menggunakan penggaris besi dan gembok hingga menyebabkan luka serius di kepala dan tubuhnya. “Saya dipukuli hingga muntah darah dari mulut dan hidung. Saya disuruh jongkok di ruangan kosong dan dipukuli lagi,” katanya.
Kondisi yang semakin brutal terjadi ketika alat kelamin mereka dibakar dan diolesi balsam, membuat mereka mengalami kesulitan tidur dan duduk. Hadi juga mengklaim bahwa mereka diperlakukan seperti binatang, diberi makan dengan cara dilempar dan dipaksa memakannya langsung dengan mulut.
Hadi membantah semua keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) 2016 yang menyebutkan tindakan pengeroyokan dan pemerkosaan terhadap Vina dan Eky. Ia menegaskan bahwa selama penyiksaan, dia dan terpidana lainnya tidak mendapatkan kesempatan untuk membela diri.
Setelah sehari semalam berada di Mapolres Cirebon Kota, Hadi dan terpidana lainnya dibawa ke Polda Jawa Barat untuk proses lebih lanjut sebelum akhirnya disidang dan dijatuhi vonis seumur hidup.
Sidang ini mengungkap kejamnya penyiksaan yang diduga dilakukan oleh pihak kepolisian dalam penanganan kasus ini, menambah daftar panjang kasus pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia. Keberanian Hadi untuk berbicara dan mengungkapkan penderitaannya di depan majelis hakim menunjukkan betapa mendalamnya masalah dalam sistem hukum dan penegakan hukum di Indonesia.