DPR RI WAKIL RAKYAT ATAU PENGKHIANAT RAKYAT
Munculnya tuntutan pembubaran DPR Ri merupakan akibat serangkaian kekecewaan masyarakat terhadap kinerja DPR dalam melaksanakan fungsi pengawasan pemerintah terutama pengambilan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah yang sering rmenguntungkan kelompok tertentu, merugikan dan menyengsarakan rakyat. Disamping melanggar Undang Undang.
Dewan Perwakilan Rakyat merupakan lembaga tinggi negara yang dibekali oleh UUD 1945 dengan berbagai macam fungsi, kewenangan dan tanggung jawab. Yaitu : Fungsi legislasi, fungsi anggaran , fungsi pengawasan dan fungs DPR lainnya termasuk diantaranya melakukan pengawasan, menyerap menghimpun, menampung dan menindak lanjuti aspirasi rakyat. Pelaksanaan UU, APBN dan kebijakan pemerintah, membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD (terkait pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, dan agama)
Sedihnya dalam perjalanan sepanjang tahun 2019 sampai sekarang ini kita menemukan DPR telah gagal menjalankan fungsi dan tamggungj sebagai lembaga legislative yang bertugas memastikan kebijakan pemerintah tidak melanggar UU dan memihak kepada rakyat secara keseluruhan menciptakan kesejahtetaan seluruh rakyat Indonesia, ternyata tidak dilakukan dengan benar dan baik, bahkan DPR terkesan kuat mendukung kebijakan pemerintah yang melanggar UU baik secara langsung maupun tidak langsung
Munculnya RUU Omnibuslaw yang disahkan menjadi UU Cipta Kerja, belakangan MK memutus UU itu inkonstitusional artinya secara keseluruhan UU itu melawan UUD 1945 yang lebih tinggi yang seharusnya gugur demi hukum.
Pada beberapa issue muncul dugaan kuat bahwa Presiden Jokowi telah melanggar UU, diantaranya pelanggaran UU No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Alam terkait adanya bencana banjir besar di Kalimantan Selatan. Moeldoko Staf Kepresidenan membenarkan soal adanya pelanggqaran UU ini dengan mengatakan seolah-olah Jokowi tidak melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap tindakan eksploitasi alam. Disamping itu banjir yang berlarut larut melebihi dua pekan muncul dugaan kuat Presiden Jokowi melakukan pembiaran dan gagal mengambil langka serius penanggulangan banjir di Kalimantan Selatan.
Harusnya munculnya dugaan bahwa Presiden Jokowi melanggar UU No 24 tahun 2007 ditindak lanjuti DPR untuk menggunakan Hak Angket untuk membuktikan apakah dugaan itu benar atau tidak benar tapi faktanya DPR tak menggunakan Hak konstitusional yang dimilikinya demi melindungi rakyat, khususnya warga Kalimantan Selatan yang menderita selama berpekan – pekan karena terdampak oleh banjir.
Tentang bisnis alat test deteksi virus yaitu PCR muncul dugaan kuat adanya konflik kepentingan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir pada bisnis tes PCR melalui PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).
Peneliti senior Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, mengatakan lembaga penegak hukum juga harus segera mengusut dugaan ini karena menyangkut kepentingan masyarakat luas.
Menurut Zainal, dugaan konflik kepentingan ini tidak hanya bermasalah secara hukum, namun juga menyalahi etika karena kedua menteri sebagai pembuat kebijakan terkait pandemi.
Sedangkan Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan bahwa kebijakan penentuan harga hingga pelaksanan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) ditetapkan secara transparan. Kebijakan itu, kata Erick, dibahas dalam rapat terbatas antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sejumlah Menteri di Kabinet Indonesia Maju. (lihat https://www.google.com/amp/s/voi.id/amp/105720/erick-thohir-penentuan-harga-tes-pcr-dibahas-bersama-presiden-jokowi-jadi-tidak-mungkin-saya-mengambil-keuntungan)
Apa arti dari pernyataan Menteri Erick Thohir ini? Artinya Presiden Jokowi terlibat dalam bisnis Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) Pertanyaannya bagaimana cerita selanjutnya? Berhenti, menguap begitu sedangkam pada saat yang sama rakyat dicekik oleh mahalnya harga Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) ini.
Dalam kasus ini sangat jelas dan terang bahwa DPR RI terang -terangan melakukan pengkhianatan terhadap rakyat Indonesia karena melakukan pembiaran terhadap keterlibatan Presiden dan jajaran menterinya dalam bisnis yang merugikan dan menyengsarakan rakyat.
Harusnya DPR wajib menindak lanjuti laporan atau issue tentang PCR yang berkembang di masyarakat ini dengan memulai proses impeachment terhadap Joko Widodo Presiden Republik Indonesia atau setidaknya menggunakan hak angket untuk membuktikan kebenaran apakah cerita bisnis PCR ini. Melanggar hukum apa tidak. Tapi faktanya DPR tidak melakukan apa yang menjadi tugas dan kewajibannya sebagai pelaksana dan penerus hati nurani rakyat. Bukan bungkam dan diam saat melihat dan mendengar bahwa pemerintah telah melakukan pelanggaran serius terhadap baik UU maupun etis.
Oleh : Sadarudin Bakrie /Lukman setiawan