• Login
ADVERTISEMENT
  • Home
  • News
    • Politik
    • Pemilu
    • Criminal
    • Economy
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Sport
    • Jobs
  • Feature
  • World
  • Japan
    • Atarashi Watch On
    • Japan Supesharu
    • Cross Cultural
    • Study
    • Alumni Japan
  • Science & Cultural
  • Consultants
    • Law Consultants
    • Spiritual Consultant
  • Indonesia at Glance
  • Sponsor Content
No Result
View All Result
  • Home
  • News
    • Politik
    • Pemilu
    • Criminal
    • Economy
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Sport
    • Jobs
  • Feature
  • World
  • Japan
    • Atarashi Watch On
    • Japan Supesharu
    • Cross Cultural
    • Study
    • Alumni Japan
  • Science & Cultural
  • Consultants
    • Law Consultants
    • Spiritual Consultant
  • Indonesia at Glance
  • Sponsor Content
No Result
View All Result
Fusilat News
No Result
View All Result
ADVERTISEMENT
Home Birokrasi

IJASAH YANG DIRAHASIAKAN: KPU DAN GAGALNYA DEMOKRASI

Radhar Tribaskoro by Radhar Tribaskoro
September 16, 2025
in Birokrasi, Feature
0
IJASAH YANG DIRAHASIAKAN: KPU DAN GAGALNYA DEMOKRASI
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Radhar Tribaskoro

Kita tahu, demokrasi tak selalu tumbuh karena niat baik, tapi juga karena kewajiban hukum. Ia hidup bukan karena kesantunan pejabat, melainkan karena rakyat menuntut keterbukaan. Itulah mengapa sebuah keputusan kecil bisa terasa besar: ketika Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan bahwa dokumen persyaratan calon presiden dan wakil presiden—termasuk ijazah—bukan lagi informasi publik. Keputusan itu dituangkan dalam SK KPU Nomor 731 Tahun 2025.

Sekilas, ini hanya soal administratif. Seperti perdebatan teknis tentang siapa berhak melihat arsip negara. Namun kita tahu, dalam demokrasi, persoalan teknis seringkali menyembunyikan persoalan pokok. Pertanyaan besar muncul: mengapa KPU tiba-tiba menutup dokumen yang justru menjadi hak publik untuk tahu? Apa yang ditakuti? Atau siapa yang hendak dilindungi?

Kita ingat, pada 2008 lahirlah UU No. 14 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Semangatnya jelas: rakyat berhak tahu, terutama terhadap informasi yang terkait penyelenggaraan negara. UU itu hanya memberi pengecualian pada informasi yang bisa membahayakan negara, merugikan persaingan usaha, atau melanggar privasi yang bersifat sangat pribadi. Tapi ijazah seorang calon presiden? Bukankah itu dokumen publik, yang justru menjadi bukti sah kelayakan seorang pemimpin?

Dengan SK 731/2025, KPU seolah mencabut hak itu secara sepihak. MakaItu pengkhianatan terhadap konstitusihianatan terhadap konstitusi—yang semestinya menjadi benteng keterbukaan—justru menutup rapat-rapat dokumen, itu bukan sekadar kelalaian. Itu pengkhianatan terhadap konstitusi—yang semestinya menjadi benteng keterbukaan—justru menutup rapat-rapat dokumen, itu bukan sekadar kelalaian. Itu pengkhianatan terhadap konstitusi.

UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan terang menyebutkan: syarat calon presiden dan wakil presiden harus diverifikasi secara administratif dan faktual. Verifikasi faktual mustahil dilakukan tanpa keterlibatan publik. Bagaimana publik bisa percaya pada hasil verifikasi bila dokumen disembunyikan? Bagaimana memastikan tidak ada ijazah palsu, bila rakyat tak berhak menilai bukti itu?

Dalam logika hukum, KPU seolah membuat undang-undang tandingan: SK lebih tinggi daripada UU. Sebuah pembalikan nalar. Dalam logika politik, keputusan ini justru menyingkap kelemahan KPU: takut pada keterbukaan, tapi berani pada pelanggaran.

KPU yang Tak Lagi Mandiri

UUD 1945 menegaskan bahwa KPU adalah lembaga yang mandiri. Mandiri berarti tidak berpihak, tidak tunduk pada kekuasaan, tidak pula sekadar menjalankan titah politik penguasa. Mandiri berarti KPU tegak lurus pada rakyat, sebab hanya rakyatlah pemilik kedaulatan.

Tapi SK 731 justru menandai sebaliknya. Dengan menyembunyikan dokumen, KPU tampak lebih melindungi kepentingan calon daripada kepentingan pemilih. Lebih sibuk menjaga rahasia elit daripada menjaga hak rakyat. Apakah ini masih KPU yang mandiri, atau KPU yang sudah menjadi alat kekuasaan?

Di titik inilah publik berhak curiga. Bila ijazah saja dirahasiakan, apalagi data-data lain? Bila dokumen administratif saja dipalsukan atau ditutup-tutupi, bagaimana dengan hasil suara yang lebih kompleks?
Sejarah mencatat, retaknya demokrasi sering berawal dari hal-hal sepele. Dari sebuah keputusan birokratis yang tampak remeh. Dari aturan administratif yang dikira tak berarti. Di masa Orde Baru, sensor dimulai bukan dengan pembredelan besar, tapi dengan surat edaran kecil. Di masa kini, mungkin runtuhnya demokrasi dimulai dari sebuah SK yang menutup ijazah.

Apakah ijazah lebih penting daripada nasib bangsa? Tidak. Tapi keterbukaan atas ijazah menjadi simbol keterbukaan sistem. Bila yang kecil saja ditutup, maka yang besar pasti dikubur.

KPU Harus Dipecat

Dalam mandatnya, KPU punya tiga tugas utama: menyelenggarakan pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Itu tercantum jelas dalam UUD 1945 dan UU Pemilu. Semua kata itu—jujur, adil, bebas—hanya mungkin hidup dalam terang. Bukan dalam rahasia.

SK 731 menunjukkan KPU gagal memahami tugasnya. Alih-alih menjunjung asas jujur dan adil, KPU justru menciptakan kabut. Alih-alih membela hak pemilih, ia lebih sibuk membela hak kandidat. Alih-alih menjamin kedaulatan rakyat, ia justru merampasnya.

Lalu apa yang pantas dilakukan? Kita bisa mengajukan judicial review. Bisa juga menunggu DPR memanggil. Tapi di atas semua itu, ada argumen moral: komisioner KPU yang membuat keputusan ini mestinya dipecat.

Mengapa? Karena mereka telah gagal memahami tugas dan kewajibannya. Mereka lupa bahwa jabatan bukan sekadar kursi, melainkan amanah rakyat. Mereka melupakan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, bukan di laci arsip KPU. Dan bila mereka tak lagi menjaga hak rakyat, untuk apa mereka ada?

Demokrasi Bukan Sekadar Prosedur

Goethe pernah menulis: “Lebih mudah menipu orang dengan setengah kebenaran daripada dengan kebohongan penuh.” SK 731 adalah setengah kebenaran. KPU mengaku melindungi privasi kandidat, padahal yang mereka lindungi adalah kuasa gelap. KPU mengaku menjaga ketertiban, padahal yang mereka tutup adalah hak publik.

Demokrasi di negeri ini memang sering jatuh ke dalam prosedur: pemilu lima tahun sekali, penghitungan suara, pengumuman pemenang. Tapi demokrasi sejatinya bukan sekadar prosedur. Ia adalah kepercayaan. Dan kepercayaan hanya lahir dari keterbukaan.

KPU boleh saja menyembunyikan dokumen. Tapi mereka tak bisa menyembunyikan akibat: retaknya kepercayaan rakyat.

Di jalan-jalan, mungkin rakyat tak peduli pada istilah “SK 731/2025”. Tapi mereka paham betul arti sebuah ijazah. Dokumen kecil itu adalah simbol integritas. Ketika simbol itu ditutup, publik tahu ada sesuatu yang salah.

Maka jangan salahkan bila kelak mereka berkata: KPU bukan lagi Komisi Pemilihan Umum. Ia hanya menjadi Komisi Perlindungan Usman—siapa pun nama orang yang hendak ditutupi ijazahnya.

Dan di situlah demokrasi berhenti bernapas.===

Cimahi, 16 September 2025

Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.

Unsubscribe
ADVERTISEMENT
Previous Post

Merokok: Barang Tanpa Manfaat, Mengapa Tidak Diharamkan?

Next Post

KPU Tutup Akses Dokumen Capres-Cawapres, Publik Pertanyakan Ijazah Jokowi dan Gibran

Radhar Tribaskoro

Radhar Tribaskoro

Related Posts

Ketika Hukum Lumpuh, Rakyat Yang Mengadili
Bencana

Ketika Hukum Lumpuh, Rakyat Yang Mengadili

November 7, 2025
Dalih Sosok Manusia Pendusta; “Tidak Wajib Memperlihatkan Ijazahnya”
Feature

Pengadilan yang Akan Seru dan Sengit – Ijazah yang Tak Pernah Diperlihatkan

November 7, 2025
Feature

SMOKE AND MIRRORS DI BALIK WHOOSH: ILUSI HEROISME, HILANG SUBSTANSI

November 7, 2025
Next Post
Bangga dengan Ketololan: Negeri yang Membiakkan IP 2 dan Fobia Buku

KPU Tutup Akses Dokumen Capres-Cawapres, Publik Pertanyakan Ijazah Jokowi dan Gibran

Bulog Pastikan Tak Ada Atribut Kampanye Pemilu dan Pilpres di Bansos Beras

Bansos Beras: Berkah Sementara, Beban Berkepanjangan

Notifikasi Berita

Subscribe

STAY CONNECTED

ADVERTISEMENT

Reporters' Tweets

Pojok KSP

  • All
  • Pojok KSP
Pemarintah Akui Kebijakan Pemerintah Membuat Warga di Pulau Rempang Tidak Nyaman
Birokrasi

Komisi Basa-basi Reformasi Polri

by Karyudi Sutajah Putra
November 7, 2025
0

Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik Konsultan & Survei Indonesia (KSI) Jakarta - Berdasarkan Keputusan Presiden No 122P Tahun 2025,...

Read more
Naik karena Rakyat, Tumbang karena Cendekia

Macan Asia Itu Kini Mengembik

November 6, 2025
Jawaban Nasdem Terkait Tudingan Uang Rp 30 M  Disita KPK, Akan Digunakan Untuk Keluarga Nyaleg

Tak Mungkin Jeruk Makan Jeruk: Masih Sanggupkah Ahmad Sahroni, Eko Patrio dan Nafa Urbach Berkepala Tegak?

November 6, 2025
Prev Next
ADVERTISEMENT
  • Trending
  • Comments
  • Latest
Pernyataan WAPRES Gibran Menjadi Bahan Tertawaan Para Ahli Pendidikan.

Pernyataan WAPRES Gibran Menjadi Bahan Tertawaan Para Ahli Pendidikan.

November 16, 2024
Zalimnya Nadiem Makarim

Zalimnya Nadiem Makarim

February 3, 2025
Beranikah Prabowo Melawan Aguan?

Akhirnya Pagar Laut Itu Tak Bertuan

January 29, 2025
Borok Puan dan Pramono Meletup Lagi – Kasus E-KTP

Borok Puan dan Pramono Meletup Lagi – Kasus E-KTP

January 6, 2025
Copot Kapuspenkum Kejagung!

Copot Kapuspenkum Kejagung!

March 13, 2025
Setelah Beberapa Bulan Bungkam, FIFA Akhirnya Keluarkan Laporan Resmi Terkait Rumput JIS

Setelah Beberapa Bulan Bungkam, FIFA Akhirnya Keluarkan Laporan Resmi Terkait Rumput JIS

May 19, 2024
Salim Said: Kita Punya Presiden KKN-nya Terang-terangan

Salim Said: Kita Punya Presiden KKN-nya Terang-terangan

24
Rahasia Istana Itu Dibuka  Zulkifli Hasan

Rahasia Istana Itu Dibuka  Zulkifli Hasan

18
Regime Ini Kehilangan Pengunci Moral (Energi Ketuhanan) – “ Pemimpin itu Tak Berbohong”

Regime Ini Kehilangan Pengunci Moral (Energi Ketuhanan) – “ Pemimpin itu Tak Berbohong”

8
Menguliti : Kekayaan Gibran dan Kaesang

Menguliti : Kekayaan Gibran dan Kaesang

7
Kemana Demonstrasi dan Protes Mahasiswa Atas Kenaikan BBM Bermuara?

Kemana Demonstrasi dan Protes Mahasiswa Atas Kenaikan BBM Bermuara?

4
Kemenag Bantah Isu Kongkalikong Atur 1 Ramadan

Kemenag Bantah Isu Kongkalikong Atur 1 Ramadan

4
Ketika Hukum Lumpuh, Rakyat Yang Mengadili

Ketika Hukum Lumpuh, Rakyat Yang Mengadili

November 7, 2025
MILAD KE 80 MASYUMI –  Masyumi Bangkit, Indonesia Maju

MILAD KE 80 MASYUMI – Masyumi Bangkit, Indonesia Maju

November 7, 2025
Dalih Sosok Manusia Pendusta; “Tidak Wajib Memperlihatkan Ijazahnya”

Pengadilan yang Akan Seru dan Sengit – Ijazah yang Tak Pernah Diperlihatkan

November 7, 2025

SMOKE AND MIRRORS DI BALIK WHOOSH: ILUSI HEROISME, HILANG SUBSTANSI

November 7, 2025

WHOOSH BUKAN BARANG PUBLIK BUKAN INVESTASI SOSIAL

November 7, 2025
Pemarintah Akui Kebijakan Pemerintah Membuat Warga di Pulau Rempang Tidak Nyaman

Komisi Basa-basi Reformasi Polri

November 7, 2025

Group Link

ADVERTISEMENT
Fusilat News

To Inform [ Berita-Pendidikan-Hiburan] dan To Warn [ Public Watchdog]. Proximity, Timely, Akurasi dan Needed.

Follow Us

About Us

  • About Us

Recent News

Ketika Hukum Lumpuh, Rakyat Yang Mengadili

Ketika Hukum Lumpuh, Rakyat Yang Mengadili

November 7, 2025
MILAD KE 80 MASYUMI –  Masyumi Bangkit, Indonesia Maju

MILAD KE 80 MASYUMI – Masyumi Bangkit, Indonesia Maju

November 7, 2025

Berantas Kezaliman

Sedeqahkan sedikit Rizki Anda Untuk Memberantas Korupsi, Penyalahgunaan kekuasaan, dan ketidakadilan Yang Tumbuh Subur

BCA No 233 146 5587

© 2021 Fusilat News - Impartial News and Warning

No Result
View All Result
  • Home
  • News
    • Politik
    • Pemilu
    • Criminal
    • Economy
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Sport
    • Jobs
  • Feature
  • World
  • Japan
    • Atarashi Watch On
    • Japan Supesharu
    • Cross Cultural
    • Study
    • Alumni Japan
  • Science & Cultural
  • Consultants
    • Law Consultants
    • Spiritual Consultant
  • Indonesia at Glance
  • Sponsor Content

© 2021 Fusilat News - Impartial News and Warning

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

 

Loading Comments...