Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik Konsultan & Survei Indonesia (KSI)
Jakarta – Arab Spring dipicu oleh kematian Mohammed Bouazizi, seorang pedagang kaki lima di Tunisia yang membakar diri pada 17 Desember 2010 sebagai bentuk protes terhadap perlakuan buruk dan korupsi pemerintah.
Aksi ini menyulut demonstrasi besar-besaran yang kemudian menyebar ke negara-negara Arab lainnya, menuntut perubahan sosial politik dan pemerintahan yang demokratis.
Aksi demonstrasi menolak kenaikan tunjangan DPR berlangsung ricuh di Jakarta, Kamis (28/8/2025). Seorang pengemudi ojek online, Affan Kurniawan tewas terlindas kendaraan perintis (rantis) Brimob yang ditumpangi 7 polisi.
Akankah kematian Affan Kurniawan ini memicu Indonesia Spring, yakni demonstrsi besar-besaran di kota-kota besar di seluruh Indonesia?
Kita tidak tahu pasti. Yang jelas, aksi pendudukan Gedung DPR yang memicu lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 juga dipicu oleh kematian 4 orang demonstran.
Empat orang itu adalah mahasiswa Universitas Trisakti yang tewas dalam tragedi 12 Mei 1998 yang memicu kerusuhan pada 13, 14 dan 15 Mei 1998. Mereka adalah Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hertanto, dan Hendriawan Sie.
Mereka gugur dalam penembakan yang dilakukan aparat di Universitas Trisakti, Jakarta, dan dianggap sebagai pahlawan reformasi karena pengorbanan mereka mendorong perubahan besar dalam tatanan bernegara.
Kini, ada pula yang mengusulkan Affan Kurniawan diangkat sebagai pahlawan, yakni pahlawan tranportasi mengingat saat tragedi yang merenggut nyawanya itu terjadi dia sedang menjalankan profesinya sebagai pengemudi ojek online.
Presiden Prabowo Subianto sudah mengecam keras insiden itu. Prabowo juga menjamin kehidupan keluarga korban. Prabowo menginstruksikan agar pelakunya diproses hukum secara tegas.
Sementara Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah meminta maaf kepada keluarga korban dan komunitas ojol mewakili institusinya. Listyo juga menjamin proses penegakan hukum kasus ini transparan.
Dengan pernyataan Presiden dan Kapolri tersebut apakah lantas aksi demonstrasi tidak akan berlanjut?
Tergantung DPR. Sebab, aksi demontrasi yang berakhir ricu itu dipicu oleh ulah DPR. Publik kecewa. Publik gerah. Publik geram akibat ulah DPR.
Di tengah penderitaan rakyat akibat kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok, DPR justru menaikkan tunjangan. Tunjangan rumah saja mencapai Rp50 juta per bulan per orang. Ada 580 anggota DPR.
Di tengah penderitaan rakyat akibat impitan beban ekonomi, para anggota DPR justru asyik berjoget ria dalam Sidang Tahunan MPR, 15 Agustus lalu.
Dua hal itulah yang memicu publik mendesak agar DPR dibubarkan saja. Ada atau tidak ada DPR, tak berpengaruh terhadap kehidupan rakyat. Keberadaan DPR justru membebani keuangan negara yang sudah terlanjur banyak utang.
Maka, rakyat kemudian berunjuk rasa menentang tunjangan dan mendesak DPR dibubarkan. Para demonstran justru mendapat semacam energi baru dari Ahmad Sahroni.
Anggota DPR dari Partai Nasdem itu berkata: orang-orang yang mendesak pembubaran DPR adalah orang-orang tolol sedunia. Sebaliknya, para anggota DPR adalah orang-orang pintar semua.
Ucapan sarkastik Sahroni itulah yang menjadi semacam bensin yang disiramkam ke bara api kekecewaan rakyat terhadap DPR.
Buah Simalakama
Publik pun menghadapi buah Simalakama. Dimakan ibu mati, tidak dimakan bapak mati.
Jika Indonesia Spring berkonsekuensi pada lengsernya Prabowo Subianto dari kursi Presiden RI, lalu siapakah yang akan menggantikannya?
Berdasarkan hukum tata negara, merujuk Pasal 8 UUD 1945, jika Presiden berhalangan tetap maka yang akan menggantikannya adalah Wakil Presiden. Hal ini pernah terjadi pada 23 Juli 2001 di mama saat Presiden Abdurrahman Wahid dimakzulkan MPR, penggantinya adalah Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri.
Dalam hal Prabowo, jika bekas Komandan Jenderal Kopassus itu lengser, maka mau tak mau Wapres Gibran Rakabuming Raka yang akan menggantikan Prabowo sebagai Presiden RI.
Padahal, banyak rakyat yang tidak munyukai Gibran dan keluarga Presiden ke-7 RI Joko Widodo karena telah mengobrak-abrik sistem ketatanegaraan kita.
Alhasil, rakyat bak menghadapi buah Simalakama. Kalau Prabowo lengser, haruskah Gibran gantinya?

Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik Konsultan & Survei Indonesia (KSI)





















