Sikap Presiden Joko Widodo terhadap isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden masih dinanti. Sudah lebih dari sepekan wacana ini mengemuka, presiden belum juga angkat bicara. Memang, Jokowi pernah beberapa kali angkat bicara terkait ini. Sebab, wacana perpanjangan masa jabatan presiden tak hanya sekali bergulir. Kali pertama isu ini muncul di 2019, pesiden sempat curiga ada pihak yang ingin menjerumuskannya dengan mengusulkan wacana tersebut. “Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga (motif) menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin menjerumuskan. Itu saja,” kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, 2 Desember 2019.
Awal 2021, wacana perpanjangan masa jabatan presiden muncul kembali. Jokowi kembali menegaskan bahwa dirinya tidak berniat dan tak punya minat untuk menjabat selama 3 periode. Sikap ini, kata dia, tidak akan pernah berubah. Sebagaimana bunyi konstitusi atau Undang Undang Dasar 1945, masa jabatan presiden dibatasi sebanyak dua periode.
“Saya tegaskan, saya tidak ada niat. Tidak ada juga berminat menjadi presiden tiga periode,” kata Jokowi melalui tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Senin (15/3/2021). Meski pernah menyatakan sikapnya, penegasan Jokowi terkait hal ini dinilai perlu, apalagi isu penundaan pemilu terbaru digulirkan oleh tiga ketua umum partai politik.
Tak libatkan Istana?
Sebagaimana diketahui, usul penundaan Pemilu 2024 kali pertama dikemukakan oleh Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar. Usulan ini lantas didukung oleh Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan. Namun demikian, Muhaimin mengatakan, usulannya belum dibicarakan dengan pihak Istana. Ia juga membantah adanya keterlibatan Istana atau arahan pemerintah dalam hal ini.
“Belum. Kita (berkomunikasi) dengan para ketua umum (partai politik) dulu, baru nanti setelah ketua-ketua umum bagus, kita (komunikasi) ke Istana,” ujar Muhaimin pada Rabu (2/3/2022). Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Faldo Maldini juga membantah bahwa pemerintah punya andil dalam memobilisasi deklarasi elite partai terkakt usulan perpanjangan masa jabatan presiden. Faldo mengatakan, pekerjaan pemerintah saat ini terlalu banyak sehingga tak ada waktu melakukan hal-hal di luar tugas negara. Namun, menurut dia, hal ini bakal ditampung sebagai sebuah aspirasi.
“Sebagaimana pemerintah menampung berbagai masukan yang selama ini diterima dari masyarakat dan semua partai politik,” kata Faldo melalui keterangan tertulis, Senin (28/2/2022). “Ini tidak ada kaitannya dengan pemerintah, apalagi dikaitkan dengan transaksi politik. Jadi, jangan sampai (pemerintah) diseret-seret,” ucap dia.
Tak berubah sikap
Terkait hal ini, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) meyakini Jokowi taat pada konstitusi. PDI-P yakin Jokowi menolak usulan penundaan pemilu, sama seperti ketika dia menolak wacana perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode. “Menjadi pemimpin itu jawaban cukup sekali. Mau dikemas dengan aneka bentuk kamuflase isu, sikapnya tidak berubah,” kata Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto saat dihubungi Kompas.com, Jumat (4/3/2022).
Terkait diamnya Jokowi saat ini, PDI-P menilai mantan gubernur DKI Jakarta itu tengah sibuk dengan prioritas lain. Menurut Hasto, presiden lebih memilih untuk menyelesaikan sejumlah persoalan penting seperti penanganan pandemi, kenaikan harga kebutuhan pokok, penyelenggaraan G20, hingga rencana pemindahan ibu kota negara. “Terkait dengan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan kan sudah dijawab dengan tegas,” kata Hasto.
Diam dan multitafsir
Meski demikian, banyak pihak mendorong supaya Jokowi kembali angkat bicara. Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menilai, jika presiden terus diam, bisa muncul spekulasi di publik kalau pemerintah mendukung. “Jika terus seperti ini, Pak Jokowi harus kembali menyatakan penolakannya terhadap ide penundaan Pemilu 2024,” kata Mardani dikutip dari Kompas.tv, Kamis (3/3/2022). “Diamnya Pak Jokowi bisa multitafsir karena bisa dianggap mendukung penundaan pemilu. Terlebih ide-ide tersebut muncul dari partai pendukung pemerintah,” tuturnya.
Partai Demokrat juga mendorong hal serupa. Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menulai, sikap diam Jokowi justru akan membuat masyarakat berspekulasi bahwa mantan gubernur DKI Jakarta itu mengkhianati reformasi. “Karenanya agar tak terus-menerus menjadi bola liar dan berpotensi menjerumuskan Presiden Jokowi dari jebakan politik yang bisa menjadikannya sebagai Malin Kundang reformasi, Presiden Jokowi mesti segera bersikap tegas dan menjelaskan sikapnya ke publik terhadap isu ini,” kata Kamhar seperti dilansir dari Kompas.tv, Jumat (4/3/2022) Menurut dia, ketegasan sikap Jokowi akan mengakhiri polemik yang terjadi di ruang publik. Di samping juga akan memperjelas posisinya terhadap orang-orang dekatnya yang mencoba untuk menjerumuskannya. Sejalan dengan hal itu, Managing Director Paramadina Public Policy Institute, Khoirul Umam berpendapat, Jokowi harus bersikap tegas menolak usulan penundaan pemilu jika memang tidak menginginkannya.
“Kalau Pak Jokowi tidak memiliki keinginan untuk memperpanjang, untuk menunda pemilu untuk tiga periode, seharusnya presiden bersikap clear, bersikap tegas, dan tidak bersikap diam atau mendiamkan,” katanya dalam diskusi daring, Rabu (2/3/2022). Menurut Umam, sikap diam bisa berarti banyak hal. Jika Jokowi terus diam, ada kesan sengaja mengulur-ulur waktu untuk menakar reaksi publik. “Sikap diam atau mendiamkan itu adalah sebuah tanda bahwa ada kalkulasi, ada strategi buying time di sana,” ucapnya.
Sumber : Kompas.com