Oleh : Karyudi Sutajah Putra
Jakarta, Fusilatnews. – Tim Bantuan Hukum Indonesia Police Watch (IPW) melayangkan pengaduan masyarakat (dumas) kepada Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komisaris Jenderal Wahyu Widada berkenaan adanya perilaku pemaksaan membuka jilbab atau hijab atau kerudung terhadap Dwi Rizki Nur’aini oleh oknum pengurus Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) berinisial PT dan istrinya, VC.
Pasalnya, kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam rilisnya, Jumat (17/5/2024), akibat pemaksaan yang terjadi pada 23 Oktober 2023 tersebut, sampai saat ini Rizki mengalami trauma psikis yang dibuktikan melalui hasil pemeriksaan psikologi Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Dr Soeharto Heerdjan, Jakarta Barat.
“Hal ini berlanjut karena dirinya bersama mantan rekan kerjanya, Amanda Lestari Angelia Kalangit dilaporkan oleh YCAB ke Polres Metro Jakarta Barat dengan dugaan tindak pidana penggelapan dan/atau penggelapan dengan pemberatan dan/atau penipuan sesuai Pasal 372, Pasal 374 dan Pasal 378 KUHP,” kata Sugeng.
Kondisi trauma psikis ini, jelas Sugeng, membuat Rizki Nur’aini melaporkannya kepada IPW dan akhirnya organisasi tersebut bersepakat memberikan bantuan hukum melalui advokat M Pilipus Tarigan SH MH dan Arianto Hulu SH untuk mendampinginya.
“Langkah awalnya, Tim Bantuan Hukum IPW melayangkan pengaduan ke Kabareskrim dengan surat bernomor: 132/SK-IPW/V/2024 tertanggal 16 Mei 2024 perihal pengaduan atas dugaan tindak perendahan atas agama atau keyakinan, kekerasan dalam rumah tangga, dan penganiayaan dan/atau pengancaman,” jelas Sugeng.
Tembusan surat tersebut ditujukan ke Inspektur Pengawas Umum (Irwasum) Polri, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, dan Kepala Biro Pengawasan Penyidikan) (Karo Wassidik) Bareskrim Polri.
Sugeng yang juga seorang advokat senior ini kemudian menjelaskan kronologi kasus tersebut. Peristiwanya, kata dia, pada 23 Oktober 2023 Dwi Rizki Nur’aini yang sudah bukan karyawan YCAB lagi karena habis masa kontraknya, dipaksa datang ke kantor dengan dijemput oleh supir VC. Sampai di kantor, katanya, sudah ada anggota Brimob dengan berpakaian lengkap menjaga kantor YCAB.
“Sampai di kantor, Rizki Nur’aini langsung digiring ke lantai lima. Di ruangan lantai lima itu sudah ada VC (Chief Executive Officer atau CEO dan Founder/Pendiri YCAB), PTi (Dewan Pembina YCAB), dan D (HRD/HC YCAB). Di situlah Rizki Nur’aini dipaksa membuka jilbabnya dan difoto oleh VC sehingga membuatnya depresi dan trauma karena auratnya terbuka di muka yang bukan mukhrimnya. Dalih pengurus yayasan melakukan pemaksaan membuka jilbab itu adalah jaga-jaga kalau Rizki Nur’aini kabur dan membuka jilbabnya, sehingga masih bisa dicari,’ paparnya.
Setelah itu, lanjut Sugeng, PT dan istrinya VC memaksa Rizki Nur’aini untuk mengakui dan membuat pernyataan terkait dugaan penyalahgunaan dana perusahaan. “Padahal, Rizki tidak pernah melakukannya saat masih bekerja di YCAB, tanpa pihak pengurus menunjukkan bukti-bukti penggelapan yang dituduhkannya,’ cetus dia.
Bahkan, kata Sugeng, dalam kondisi yang sudah lemah dan depresi, Rizki diintimidasi dengan cara dibentak-bentak. “Dengan garangnya, pengurus yayasan itu meminta Rizki memberikan rekening koran miliknya dan juga milik suaminya,” tukasnya.
“Dengan adanya intimidasi, tekanan dan psikis yang tidak stabil, Rizki Nur’aini akhirnya menuliskan dengan tangan poin-poin penyalahgunaan anggaran yang didiktekan oleh J (karyawan YCAB) soal program Asah Digital secara sepihak,” lanjutnya.
Dalam pengaduan tersebut, menurut Sugeng, Tim Bantuan Hukum IPW menilai pemaksaan membuka jilbab dan kemudian memfoto Rizki Nur’aini tersebut merupakan perbuatan perendahan atas martabat agama dan keyakinan sebagaimana dimaksud Pasal 156a KUHP. “Isinya, pelakunya dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia,” urainya.
Sementara dalam hubungan antara atasan dan bawahan, tambah Sugeng, perbuatan membuka jilbab merupakan perbuatan kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat 1 UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
“Disebutkan dalam pasal itu, setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp9.000.000 (sembilan juta),” tuturnya.
Sedang perbuatan intimidasi dengan memaksa membuka jilbab, memaksa menandatangani dan juga adanya anggota Brimob di kantor YCAB yang menyebabkan psikologis Rizki tertekan oleh ulah PT dan istrinya VC tersebut, tegas Sugeng, patut diduga melanggar Pasal 351 KUHP juncto Pasal 352 KUHP.
“Oleh karena itu, melalui program Polri Presisi yang dicanangkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, IPW yakin Kabareskrim Komjen Wahyu Widada akan mengusut kasus ini secara cepat dan tuntas. Lantaran hal ini sebagai bagian dari pelayanan prima yang dilakukanKasus Buka Paksa Jilbab, IPW Mengadu ke Bareskrim Polri
Jakarta – Tim Bantuan Hukum Indonesia Police Watch (IPW) melayangkan pengaduan masyarakat (dumas) kepada Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komisaris Jenderal Wahyu Widada berkenaan adanya perilaku pemaksaan membuka jilbab terhadap Dwi Rizki Nur’aini oleh oknum pengurus Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) berinisial PT dan istrinya, VC.
Pasalnya, kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam rilisnya, Jumat (17/5/2024), dengan pemaksaan yang dilakukan pada 23 Oktober 2023 tersebut, sampai saat ini Rizki Nur’aini mengalami trauma psikis yang dibuktikan melalui hasil pemeriksaan psikologi Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Dr Soeharto Heerdjan, Jakarta Barat.
“Hal ini berlanjut karena dirinya bersama mantan rekan kerjanya, Amanda Lestari Angelia Kalangit dilaporkan oleh YCAB ke Polres Metro Jakarta Barat dengan dugaan tindak pidana penggelapan dan/atau penggelapan dengan pemberatan dan/atau penipuan sesuai Pasal 372, Pasal 374 dan Pasal 378 KUHP,” kata Sugeng.
Kondisi trauma psikis ini, jelas Sugeng, membuat Rizki Nur’aini melaporkannya kepada IPW dan akhirnya organisasi tersebut bersepakat memberikan bantuan hukum melalui advokat M Pilipus Tarigan SH MH dan Arianto Hulu SH untuk mendampinginya.
“Langkah awalnya, Tim Bantuan Hukum IPW melayangkan pengaduan ke Kabareskrim dengan surat bernomor: 132/SK-IPW/V/2024 tertanggal 16 Mei 2024 yang ditujukan kepada Kabareskrim, perihal pengaduan atas dugaan tindak perendahan atas agama atau keyakinan, kekerasan dalam rumah tangga, dan penganiayaan dan/atau pengancaman. Tembusan surat tersebut ditujukan ke Irwasum Polri, Kadiv Propam Polri, dan Karo Wassidik Bareskrim Polri,” jelas Sugeng.
Sugeng yang juga seorang advokat ini kemudian menjelaskan kronologi kasus tersebut. Peristiwanya, kata dia, pada 23 Oktober 2023 Dwi Rizki Nur’aini yang sudah bukan karyawan YCAB karena habis kontrak, dipaksa datang ke kantor dengan dijemput oleh supir VC. Sampai di kantor, katanya, sudah ada anggota Brimob dengan berpakaian lengkap menjaga kantor YCAB.
“Sampai di kantor, Rizki Nur’aini langsung digiring ke lantai lima. Di ruangan lantai lima itu sudah ada VC (CEO dan founder/pendiri YCAB), PTi (Dewan Pembina YCAB), dan D (HRD/HC YCAB). Di situlah Rizki Nur’aini dipaksa membuka jilbabnya dan difoto oleh VC sehingga membuatnya depresi dan trauma karena membuka auratnya di muka yang bukan mukhrimnya. Dalih pengurus yayasan melakukan pemaksaan membuka jilbab itu adalah jaga-jaga kalau Rizki Nur’aini kabur dan membuka jilbab masih bisa dicari,’ paparnya.
Setelah itu, lanjut Sugeng, PT dan istrinya VC memaksa Rizki Nur’aini untuk mengakui dan membuat pernyataan terkait penyalahgunaan dana perusahaan. “Padahal, Rizki tidak pernah melakukannya saat masih bekerja di YCAB, tanpa pihak pengurus menunjukkan bukti-bukti penggelapan yang dituduhkannya,’ cetus dia.
Bahkan, kata Sugeng, dalam kondisi yang sudah lemah dan depresi, Rizki diintimidasi dengan cara dibentak-bentak. “Dengan garangnya, pengurus yayasan itu meminta Rizki memberikan rekening koran miliknya dan juga milik suaminya,” tukasnya.
“Dengan adanya intimidasi, tekanan dan psikis yang tidak stabil, Rizki Nur’aini akhirnya menuliskan dengan tangan poin-poin penyalahgunaan anggaran yang didiktekan oleh J (karyawan YCAB) soal program Asah Digital secara sepihak,” lanjutnya.
Dalam pengaduan tersebut, menurut Sugeng, Tim Bantuan Hukum IPW menilai pemaksaan membuka jilbab yang kemudian memfoto Rizki Nur’aini tersebut merupakan perbuatan perendahan atas martabat agama dan keyakinan sebagaimana dimaksud Pasal 156a KUHP. “Isinya, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia,” urainya.
Sementara dalam hubungan antara atasan dan bawahan, tambah Sugeng, perbuatan membuka jilbab merupakan perbuatan kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat 1 UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
“Disebutkan dalam pasal itu, setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp9.000.000 (sembilan juta),” tuturnya.
Sedang perbuatan intimidasi dengan memaksa membuka jilbab, memaksa menandatangani dan juga adanya anggota Brimob di kantor YCAB yang menyebabkan psikologis Rizki tertekan oleh ulah PT dan istrinya VC tersebut, tegas Sugeng, telah melanggar Pasal 351 KUHP juncto Pasal 352 KUHP.
“Oleh karena itu, melalui program Polri Presisi yang dicanangkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, IPW yakin Kabareskrim Komjen Wahyu Widada akan mengusut kasus ini secara cepat dan tuntas. Sebab hal ini sebagai bagian dari pelayanan prima yang dilakukan pihak kepolisian terhadap pengaduan masyarakat,” tandasnya.
Sementara itu, hingga berita ini disusun pihak Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB) belum berhasil dihubungi untuk diklarifikasi