Oleh : Ali Syarief
Delapan Rekomendasi Kadin yang disampaikan oleh Moh. S Hidayat-Ketua Umum Kadin Indonesia, pada acara pembukaan Rapimnas Kadin 2008 di Jakarta baru-baru ini, kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ditanggapi Presiden sebagai rekomendasi yang “menyeramkan”. Bahkan lanjut Presiden; “ analisis Kadin seolah-olah apa yang dilakukan oleh Pemerintah itu salah semua”. Ini namanya bukan gayung bersambut, tapi gayung “ paketrok” alias berbenturan. Rasanya baru kejadian pertama kali ini selama ada UU no.1/1987 tentang Kadin, rekomendasi yang dirumuskan oleh para pakar Kadin tentunya, dianggap tidak tepat oleh Presiden?!. Rekemondasi tersebut adalah; 1.Revitalisasi pertanian dengan program intensifikasi dan ektensifikasi, 2. Ketahanan Pangan, 3. Peningkatan Daya saing di pasar domestic, 4. Peningkatan produksi minyak 1,1 juta barel per hari, 5.Peningkatan Program infra struktur, 6.Perbaikan rantai pasokan, 7. Investasi sector permesinan, 8. Penguatan Usaha Kecil dan menengah. Rasanya aneh juga kalau rekomendasi yang seperti itu datangnya dari organisasi yang didalamnya banyak para interpreneur kawakan, yang justru idea dan gagasannya bisa menjadi pencerahan kepada Presiden. Bukan rekomendasi yang usang, normative dan bukan ranah kadin sebagaimana yang tersurat dalam UU no.1/1987.
Mari kita fahami Kamar Dagang dan Indonesia atau yang sering kita sebut dengan “Kadin” dengan memulai dari sebuah pertanyaan yang sangat usang juga. Apa sih untung dan manfaatnya menjadi anggota Kadin? Bagi umumnya anggota Kadin, jawabannya adalah tidak lebih dan tidak kurang kecuali tanda keanggotaan, yang setiap kali mengikuti tender proyek-proyek yang ada di dinas-dinas pemerintah daerah, disertakan Kartu Tanda Anggota Kadin. Itu dulu. Sekarang tidak ada ketentuan lagi untuk menyertakan tanda keanggotaan Kadin, sebagaimana yang tercantum dalam keppres No.80/2003. Bagi para pengusaha yang tidak ada sangkut pautnya dengan proyek-proyek tender di dinas-dinas atau departemen departemen, tidak mengenal Kadinpun, tidak ada pengaruhnya apa-apa. UU No 1/0987 pun menyatakan bahwa keanggotaan Kadin sifatnya sukarela. Lantas apa perlunya untuk menjadi anggota Kadin?!. Ada segilintir pengusaha, Kadin masih dianggap sesuatu yang bisa memberi manfaat. Buktinya, setiap kali ada pergantian pengurus baru, maka hirup pikuk bursa pecalonan ketua ramai adanya. Ada apa gerangan di balik itu semua?
Kamar Dagang dan Industri, yang dibentuk berdasarkan UU NO 1/ 1987, tentu nuansanya syarat dengan kepentingan politik saat itu. Sehingga bentuk organisasi Kadin itu terstruktur dari Pusat ke daerah Provinsi hingga ke kabupaten/kota dan menjadi satu-satunya induk organisasi dunia usaha di republik ini. Persyaratan menyertakan tanda kartu anggota pada setiap kali mengikuti tender (dulu), itu dapat menjadi alat bargaining kepentingan politik dan sekaligus inheren didalamnya memelihara eksistensi organisasi ini, yang kemudian membuat masalah bagi dunia usaha yaitu menjadi high cost dan inefficiency. Karakter dan kultur pengurus Kadin dari jaman orde baru hingga reformasi ini, masih tetap bermain dalam ranah dan nuasa politik kongkalikong. Sementara kepentingan dunia usaha menjadi semakin terabaikan, serta fungsi lain sebagai pressure group menjadi lemah sama sekali. Kenyataan di daerah daerah ternyata penguasa lebih berpengaruh dan menentukan warna organisasi ini dari pada Kadinda itu mampu mewarnai kebijakan-kebijakan ekonomi daerahnya untuk pembangunan dunia usaha yang kondusif. Situasi inilah yang kemudian membuat cita-cita yang ideal yang tersurat dalam UU No 1/ 1987 menjadi semakin jauh dari harapan. Dan pada saat-saat situasi ekonomi sedang sulit seperti saat ini, peran organisasi dunia usaha yang seharusnya menjadi bagian dari solusi, malah menjadi bagian dari masalah itu sendiri.
Keputusan Presiden RI Nomor 97 tahun 1996 Bab I Pasal 1 huruf (a) KADIN dinyatakan sebagai wadah bagi Pengusaha Indonesia yang bergerak di bidang perekonomian. Kamar Dagang dan Industri (KADIN) merupakan wadah pembinaan profesi dan penyaluran aspirasi, serta sarana memperjuangkan kepentingan dunia usaha dalam keikutsertaan pada pelaksanaan Pembangunan Nasional. KADIN juga merupakan sarana komunikasi antar pengusaha Indonesia, antara pengusaha Indonesia dengan pengusaha Asing serta antara pengusaha Indonesia dengan Pemerintah dalam mengupayakan terciptanya iklim usaha yang kondusif, sehat dan dinamis serta sesuai dengan prinsip-prinsip Demokrasi Ekonomi yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945
Sesuai dengan pengertian tentang KADIN tersebut, maka tugas utama KADIN lebih terfokus untuk membina dan mengembangkan kemampuan, kegiatan dan kepentingan pengusaha Indonesia antara lain : Pelayanan informasi bagi dunia usaha dan masyarakat dalam rangka pengembangan dunia Usaha Nasional, Advokasi bagi dunia usaha, khususnya bagi pengembangan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi, Pengembangan potensi dunia usaha dan pengusaha nasional
Persoalan-persoalan dunia usaha saat ini, seperti persoalan pengembangan usaha kecil, etos kerja professional, etika bisnis, , pengelolaan dan pengawasan iklim usaha dan investasi, termasuk advokasi akan menjadi semakin jauh dapat dilaksanalan oleh Kadin-kadin terutama di daerah. Hal ini desebabkan oleh berbagai faktor mulai dari masalah hambatan structural dan legalitas hingga ke qualitas sumber daya manusianya itu sendiri. Secara hirarkhis, kadinda baik dari dari tingkat Nasional, Proivinsi dan kabupaten/kota sebenarnya otonom, dalam arti tidak bertanggung jawab kepada organisasi yang ada diatasnya. Karena itu span of control dari organisasi yang ada diatasnya sama sekali tidak jelas. Sehingga apa yang dicanangkan di Pusat tidak kemudian identik dan otomatis dapat terimplementasikan di daerah. Persoalan-persoalan dunia usaha lebih tertumpu di organsasi yang paling bawah, Kadin tingkat kabupaten/Kota, karena di tingkat ini pulalah pelayanan langsung pada anggota yang sukarela itu dan keanggotaan Kadin dikelola, namun terbentur oleh kendala kualitas sumber daya pemgurusnya.
Kita tidak perlu persis mencontoh Kadin-kadin yang ada di luar negeri, akan tetapi sekedar pengetahuan banding, boleh juga kita memahaminya. Chamber of Commerce yang ada di Victoria-Melbourne Australia (VECCI) umpamanya, orgnanisasi ini hanya mengurus berbagai macam pelatihan bagi anggota-anggotanya. Dengan menjadi anggota ini, para pengusaha dapat mengirim pegawainya untuk mengikuti berbagai topik pelatihan yang relevan dan dibutuhkannya. Di Philipina juga demikian, Chamber of commerce nya, bukan wadah satu-satunya organisasi dunia usaha. Jadi dalam satu kota bisa saja terdapat beberapa Chamber of Commerce yang masing-masing bergerak dalam disiplin yang berbeda. Di Jepang ada Kaidanren dan Shogokaigi sho. Belanda punya Indonesia Chamber of Commerce berkedudukan Jakarta pun Amerika dan Australia. Di Jerman semua perijinan usaha dikeluarkan oleh Chamber of Commercenya. Amerika punya berbagai macam Chamber of Commerce di berbagai kota. Ada juga International Chamber of Commerce, yang tidak mewadahi Kadin-kadin yang ada di setiap Negara.