FusilatNews -Di negeri yang sehat, laporan hukum adalah jalan mencari kebenaran. Tapi di negeri yang panik, laporan hukum kerap berubah menjadi senjata murahan—dipakai oleh mereka yang takut kalah dalam adu pikiran, takut runtuh dalam pertarungan argumentasi.
Kami menyambut pelaporan yang ditujukan kepada kami dengan senyuman. Bukan karena kami menganggap remeh hukum, melainkan karena kami memahami: di balik laporan itu berdiri segerombolan pengecut. Mereka tak cukup percaya diri untuk berdebat terbuka, sehingga memilih jalan picik: melapor, menggertak, berharap kami gentar.
Mereka menuding kami menghasut dengan Pasal 160 KUHP. Tapi mari jujur: bukankah justru pelapor-pelapor itu, terutama dari kelompok Peradi Bersatu, yang seharusnya malu? Laporan mereka ke Bareskrim sudah ditolak. Yang tersisa hanyalah laporan dari Relawan Nusantara di Polres Jakarta Pusat, itupun masih harus membuktikan layak atau tidaknya untuk diproses lebih lanjut.
Kekuasaan yang benar-benar kuat tidak perlu menggunakan tangan-tangan kotor untuk menundukkan lawan. Hanya kekuasaan yang panik yang bersembunyi di balik seragam hukum, menabok dengan “nyilih tangan”—membiarkan institusi hukum diperalat demi menutupi ketidakmampuan sendiri.
Kami tidak takut. Kami malah berterima kasih. Karena pelaporan ini justru mengundang simpati dan dukungan dari ratusan simpatisan: lawyer, profesor, dosen, tokoh masyarakat, ulama, hingga rakyat biasa. Mereka berdiri bersama kami, bukan karena uang, bukan karena jabatan, tapi karena akal sehat yang menolak diinjak-injak.
Di sini pula kami tegaskan: kami tidak pernah meminta, apalagi menerima sumbangan dalam bentuk apapun. Perjuangan ini bukan proyek cari uang. Ini soal mempertahankan hak berpikir, berbicara, dan memperjuangkan keadilan dalam sebuah negeri yang konstitusinya masih mengajarkan equality before the law.
Biarkan hukum bekerja dengan jujur, dengan adil. Tanpa tekanan, tanpa rekayasa. Kalau memang mau bertarung, mari bertarung di medan yang bersih. Bukan dengan sembunyi-sembunyi di balik jubah kekuasaan.
Kami menunggu. Dengan senyum. Dengan kepala tegak.
Jakarta, 26 April 2025
DR.KRM. Roy Suryo, M,Kes