Jakarta, Fusilatnews. 24 Oktober 2024 – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) yang baru, Natalius Pigai, mengajukan permintaan tambahan anggaran sebesar Rp 20 triliun kepada pemerintah. Permintaan ini disampaikan dalam sebuah konferensi pers, hanya dua hari setelah Pigai dilantik menjadi menteri. Reaksi beragam dari masyarakat, khususnya di media sosial, muncul menanggapi pernyataan tersebut, dengan beberapa pihak mempertanyakan urgensi dan etika permintaan Pigai.
Salah satu tanggapan datang dari pengamat hukum Damai Hari Lubis, yang mengkritik keras langkah Pigai. Damai menyatakan bahwa permintaan Pigai yang dipublikasikan terlalu cepat dan tidak menunjukkan etika yang tepat.
“Prabowo lebih cepat lebih baik, pecat saja si Nat. Kok keluhan anggaran dipublis ke publik, dan baru dua hari dilantik jadi Menteri HAM, belum kerja sama sekali,” ujar Damai dalam pernyataannya.
Damai juga mempertanyakan apakah jika anggaran sebesar Rp 20 triliun diberikan, Natalius Pigai akan mampu membawa pelanggar HAM ke ranah peradilan. Ia menekankan bahwa Pigai seharusnya lebih bijaksana dalam menyampaikan permintaannya.
“Nat Pigai tidak sopan. Jika memang ada urgensi, seharusnya dia menyampaikan langsung kepada Presiden atau memperjuangkan di DPR sebagai bentuk persetujuan wakil rakyat. Lengkapi dengan program-program yang jelas serta rincian anggarannya,” tambah Damai.
Ia juga menuduh Pigai seolah-olah sudah “minta proyek” sebelum bekerja. “Ini sama saja dengan belum bekerja sudah mengeluhkan atau merongrong kebijakan yang ada,” katanya.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari Natalius Pigai terkait kritik tersebut. Namun, perdebatan mengenai permintaan anggaran yang diajukannya diperkirakan akan terus berkembang di kalangan publik dan politisi.
Latar Belakang:
Natalius Pigai baru dilantik sebagai Menteri HAM pada awal pekan ini, dengan harapan dapat membawa perubahan signifikan dalam penanganan kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Namun, permintaan tambahan anggaran yang diajukannya memicu kontroversi dan memperlihatkan adanya perbedaan pandangan terkait kebijakan anggaran di kementeriannya.