Oleh : Abd. Murhan, R.SE.
Nusantara sebelum menjadi NKRI memang diperintah oleh raja atau pemimpin yang dipuja sebagai berhala oleh para pengikutnya. Pada masa itu, masyarakat hidup berdasarkan tradisi dan kepercayaan masing-masing, menganggap ketua adat dan raja sebagai pemimpin yang harus diikuti.
Ilmu politik tidak dikenal karena belum ada sistem yang mendukungnya; yang ada hanyalah kekuasaan ketua adat atau raja yang diwariskan secara turun-temurun tanpa adanya proses pemilu. Ketua adat atau raja menjadi pemimpin sekaligus pemilik wilayah, bergantian sesuai garis keturunan kerajaan.
Kepemimpinan raja di Nusantara berlangsung lama, mulai dari kerajaan-kerajaan kecil hingga kerajaan besar yang terkenal di lintas benua. Namun, pengaruh kerajaan di Nusantara mulai melemah karena kehadiran kaum penjajah yang silih berganti menginjakkan kakinya di bumi Nusantara, seperti Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda, Prancis, dan Jepang.
Sejarah panjang wilayah Nusantara yang amat luas dan kaya sumber daya alam (SDA) menjadi daya tarik bagi bangsa asing untuk mengejar kekayaan. Fakta ini menunjukkan bahwa kaum penjajah mampu membangun wilayah mereka dengan memanfaatkan SDA yang dieksploitasi dari Nusantara.
Berabad-abad lamanya, bangsa Nusantara yang dipimpin oleh raja dan ketua adat mengalami kemunduran karena pengaruh negara-negara asing yang menguasai kerajaan-kerajaan di bumi Nusantara. Kehadiran kaum penjajah memberikan pengetahuan secara otodidak kepada bangsa Nusantara yang sebelumnya buta akan kedatangan asing yang bertujuan menguasai wilayah mereka. Ini menjadi motivasi bagi bangsa Nusantara untuk membebaskan diri dari penjajahan.
Politik kaum penjajah, yang sering menggunakan taktik adu domba, mulai tercium oleh bangsa Nusantara. Akibatnya, banyak kerajaan yang sebelumnya kuat perlahan-lahan kehilangan pengaruhnya. Selama era penjajahan, bangsa Nusantara mulai mengenal politik, yang ditiru dari para penjajah. Raja-raja dan ketua adat pun mulai memberikan dukungan satu sama lain untuk melawan penjajah.
Bangsa Nusantara akhirnya bersatu melalui proses politik yang memiliki visi yang sama untuk merdeka. Proses politik inilah yang berhasil memerdekakan bangsa Nusantara, yang dipelopori oleh kaum yang berbeda keyakinan dan budaya, hingga berdirilah NKRI yang ada saat ini.
Kemerdekaan NKRI adalah hasil dari proses politik melawan penjajah. Namun, yang terjadi di era pemerintahan Presiden RI yang ke-7 adalah politik negara seakan-akan seperti sebuah negara kerajaan modern yang berlindung atas nama NKRI, namun tersentralisasi di bawah penguasa yang liberal yang menjalankan kepentingannya sendiri tanpa mengikuti aturan-aturan yang sudah ditetapkan dalam UUD 1945 dan Pancasila.
Selama kurang lebih sepuluh tahun, banyak peristiwa yang menunjukkan NKRI semakin kehilangan konstitusi dan dasar negara, padahal prinsip-prinsip tersebut sangat penting untuk mempersatukan bangsa Nusantara menjadi sebuah negara Republik Indonesia.
Selama kurang lebih satu dekade, ilmu politik di NKRI tidak berfungsi sama sekali karena peran dan fungsi anggota DPR RI sebagai kontrol politik sangat lemah. Akibatnya, kepala negara dan pemerintah menjalankan kekuasaan dengan pendekatan yang liberal hingga akhir masa jabatannya, seperti negara kerajaan dalam kerangka republik.
Inilah sebuah catatan dari penulis.