Oleh: Karyudi Sutajah Putra
Jakarta, Fusilatnews – Willy alias Liem Hoo Kwan, tersangka kasus konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya, karena membeli cula Badak, dikenakan status tersangka oleh Polda Banten, dengan sangkaan melanggar Pasal 40 ayat (2) juncto Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang (UU) No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.
Willy yang disangka sebagai terduga pembeli cula Badak ini ditangkap di rumahnya tanpa ada barang bukti pada 23 April 2024 berdasarkan Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) tertanggal 23 April 2024 juga dan dibawa ke Polda Banten langsung ditahan tanpa ada surat pemberitahuan kepada keluarganya.
“Penyidik Polda Banten sampai hari Sabtu (22/6/2024) sudah menahan Willy untuk 60 hari ke depan, di mana kami selaku Penasihat Hukum-nya tidak pernah mendapatkan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan, red) dan bagaimana status berkas perkara penyidikan Willy, apakah baru P-18 atau P-19 atau sudah P21 (lengkap) atau bagaimana?” kata Petrus Salestinus SH, Penasihat Hukum Willy, dalam rilisnya, Senin (24/6/2024).
Namun, kata Petrus, pada Jumat (21/6/2024) malam, Willy dibawa paksa ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, dalam hal ini Kejaksaan Negeri (Kejari) Pandeglang untuk dilimpahkan penahanannya.
“Patut diduga dalam hal ini penyidik punya itikad tidak baik karena tidak mau melepaskan Willy dari tahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 24 KUHAP,” kata Petrus.
Dalam hal pelimpahan Willy dari tahanan Polda Banten menjadi tahanan Kejari Pandeglang, jelas Petrus, terjadi penyimpangan, yaitu jaksa secara sepihak menunjuk penasihat hukum sendiri tanpa persetujuan tersangka, dan seharusnya jaksa mendapat informasi dari penyidik bahwa Willy ini sudah menunjuk Penasihat Hukum-nya,” jelas Petrus yang juga Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).
Tentunya, lanjut Petrus, pelimpahan tahanan Willy ini menjadi tidak sah dan batal demi hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 56 KUHAP.
“Dalam hal pelimpahan Willy yang tidak lazim dan patut diduga penuh rekayasa ini, dari tahanan Polda Banten yang diterima Kejati Banten dalam hal ini Kejari Pandeglang, patut diduga telah terjadi permainan curang atau suap yang diduga dilakukan oleh oknum penyidik Polda Banten kepada oknum jaksa dari Kejari Pandeglang,” paparnya.
Untuk itu, pihaknya selaku Penasihat Hukum Willy akan melakukan segala upaya hukum yang tersedia, termasuk melaporkan oknum penyidik Polda Banten ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) serta Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), termasuk oknum jaksa tersebut kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan serta institusi lainnya yg terkait.
“Tidak menutup kemungkinan akan melakukan laporan pidana dan gugatan perdata perbuatan melawan hukum terhadap pribadi-pribadi oknum yang telah menyalahgunakan kewenangannya secara brutal,” tegasnya.
Dengan demikian, kata Petrus, nampak jelas dan terang benderang bahwa rekayasa oknum penyidik Polda Banten bersama oknum jaksa pada Kejati Banten, dalam hal ini Kejari Pandeglang yang telah menelikung hak dan kewajiban Penasihat Hukum dari Willy.
“Oleh karena itu kami minta agar Kejati Banten dalam hal ini Kejari Pandeglang untuk segera melepaskan Willy dari tahanan demi hukum, karena pola pengalihan tahanannya cacat hukum dan dipaksakan, di mana jaksa dalam hal ini Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Pandeglang mau-maunya ikut terjebak dalam skenario penyidik,” tandasnya.