
Jakarta, Fusilatnews – Tak mau dijadikan kambing congek yang harus menuruti perintah, akhirnya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendeklarasikan Mohamad Sohibul Iman sebagai bakal calon gubernur Daerah Khusus Jakarta (DKJ) untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Jika Anies “head to head” dengan Sohibul, siapa yang akan menang?
Ihwal Sohibul jadi cagub disampaikan Juru Bicara PKS Ahmad Mabruri dalam keterangannya, Ahad (23/6/2024).
Ada beberapa hal yang patut digarisbawahi di balik langkah berani PKS ini.
Pertama, langkah tersebut bisa dimaknai sebagai upaya partai berjuta umat ini “menceraikan” Anies Baswedan yang pernah didukung pada Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Anies sejauh ini sudah diajukan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai cagub DKJ di Pilkada 2024. Meski di awal-awal menyatakan akan mengusung kader sendiri, namun kemudian PKS mengirim sinyal bakal mendukung Anies dengan syarat kursi calon wakil gubernur (cawagub) diberikan kepada mereka. Akan tetapi Gubernur DKI Jakarta 2017-2022 itu tak kunjung mengiyakan. Bergeming.
PKS pun merasa diperlakukan sebagai kambing congek. Sebagai pemenang Pemilu 2024 di DKJ, PKS merasa di atas angin. Pantang bagi mereka untuk digantung nasibnya. Sohibul yang juga Wakil Ketua Dewan Syuro pun diajukan untuk menyaingi Anies atau siapa pun yang maju sebagai cagub di Pilkada 2024.
Kedua, dengan keputusan itu maka “bargaining position” (posisi tawar) dan “bargaining power” (kekuatan tawar) PKS terhadap Anies dan partai politik-partai politik lain akan menanjak. Minimal Sohibul akan menjadi cawagub bagi siapa pun yang diajukan sebagai cagub. Namun, untuk menguatkan posisi tawar dan kekuatan tawar, PKS menyatakan cawagub yang akan mereka usung adalah sosok yang disepakati parpol koalisinya jika sudah terbentuk nanti.
Berebut Ikan di Kolam yang Sama
Ketiga, mengapa Anies tak kunjung mengiyakan ketika PKS minta jatah kursi cawagub?
Anies adalah sosok yang realistis. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini pasti sadar betul dan mempertimbangkan benar-benar bahwa dirinya dan Sohibul punya ceruk suara yang sama. Pasalnya, meski bukan kader PKS atau parpol apa pun, Anies sudah terlanjur dekat, sangat dekat, bahkan lekat dengan PKS. Anies ya PKS, PKS ya Anies.
Sebab itu, jika Anies berduet dengan Sohibul atau kader PKS lainnya sebagai pasangan cagub-cawagub maka tidak akan memperluas ceruk suara. Ibarat berebut ikan pada kolam yang sama.
Keempat, Anies mungkin menjadikan kader PKS sebagai opsi terakhir ketika tidak ada parpol selain PKB yang mengusung dirinya. Maklum, perolehan suara partai Nahdliyin itu “hanya” setara 10 kursi di DPRD DKJ hasil Pemilu 2024, meski sudah naik 5 kursi atau 100% dari Pemilu 2019.
Jadi, Anies masih butuh tambahan 12 kursi lagi untuk bisa maju sebagai cagub, sehingga total 22 kursi sebagai syarat minimal 20% dari 106 kursi DPRD DKJ, sebagaimana disyaratkan Undang-Undang No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (UU Pilkada).
Sementara PKS punya 18 kursi. Jadi, meski menjadi pemenang pemilu, parpol yang kini dipimpin Ahmad Syaikhu ini masih harus berkoalisi dengan parpol lain sehingga minimal ada 22 kursi. Hal inilah yang menjadikan posisi tawar dan kekuatan tawar PKS tidak kinclong-kinclong amat.
Anies vs Sohibul, Siapa Unggul?
Kelima, jika nanti Anies Baswedan katakanlah jadi bertarung “head to head” dengan Sohibul Iman di Pilkada 2024, lalu siapa yang akan unggul?
Sejauh ini dari hasil survei sejumlah lembaga, elektabilitas Anies bertengger di urutan teratas. Bahkan ketika ditarungkan dengan Ridwan Kamil alias Kang Emil atau Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang sama-sama pernah jadi gubernur: Kang Emil di Jawa Barat, Ahok di DKI Jakarta. Apalagi dengan Sohibul.
Selain pernah memimpin Jakarta, Anies juga pernah menjadi menteri, dan Rektor Universitas Paramadina Jakarta sebagaimana Sohibul.
Adapun Sohibul selain pernah jadi rektor, juga pernah menjabat Presiden PKS dan anggota DPR RI periode 2004-2009 dan 2009-2014 serta 2024-2029.
Sohibul juga terbilang berhasil selama memimpin PKS
Di bawah kepemimpinannya, PKS mengalami kenaikan suara dan kursi signifikan dari 8,46 juta suara (6,77%) pada Pemilu 2014 menjadi 11,49 juta suara (8,21%) di Pemilu 2019, atau meningkat 10 kursi dari 40 kursi di Pemilu 2014 menjadi 50 kursi di Pemilu 2019.
Keenam, sebagaimana Anies yang punya kapasitas dan integritas, Sohibul pun punya keduanya. Jadi, kapasitas dan integritas Sohibul tidak jauh-jauh amat dengan Anies.
Kalau sudah begini, lantas siapa yang akan unggul, Anies atau Sohibul jika keduanya “head to head” di Pilkada 2024?
Karena keduanya berebut suara pada ceruk yang sama, atau berebut ikan pada kolam yang sama, jangan-jangan keduanya akan sama-sama kalah berhadapan dengan cagub lainnya. Dalam terminologi Jawa disebut “sampyuh” (sama-sama mati).
Itulah yang mesti dipertimbangkan baik oleh Anies Baswedan atau pun PKS dan Sohibul Iman. Termasuk jika keduanya berpasangan.
Sepertinya PKS harus legawa, tidak mengusung cagub atau cawagub bila tak ingin Anies tersungkur, dan jagoan PKS pun akan tersingkir.
Jangan hanya demi menaikkan posisi tawar dan kekuatan tawar lalu PKS kehilangan rasionalitas dan perhitungan.
Jangan hanya karena tidak mau jadi kambing congek, lalu kuasa yang nyaris ada di genggaman lepas begitu saja.
Sebab, apa pun ikhtiarnya, mahkota dari perjuangan politik adalah kekuasaan. Dengan kekuasaan, PKS akan bisa mewujudkan mimpinya menjadikan Indonesia berkeadilan yang rakyatnya sejahtera. Dimulai dari Jakarta!