Oleh: Entang Sastraatmadja
CNN Indonesia melaporkan bahwa Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog, Mokhamad Suyamto, menyatakan Indonesia akan mengakhiri masa defisit beras pada bulan Ramadan atau Maret mendatang. Menurutnya, Indonesia mengalami defisit 1,26 juta ton beras pada Januari dan 0,49 juta ton pada Februari.
Namun, situasi ini diperkirakan akan berbalik pada Maret, April, hingga Mei, saat panen raya berlangsung. Pada bulan Maret saja, produksi beras diprediksi mencapai 5,24 juta ton, sementara konsumsi nasional berkisar 2,57 juta ton. Dengan kondisi ini, semestinya tidak ada alasan untuk khawatir terhadap pasokan beras di dalam negeri.
Defisit Beras: Ironi Negeri Agraris
Defisit dan surplus merupakan indikator keseimbangan antara produksi dan konsumsi beras. Jika produksi melebihi konsumsi, maka terjadi surplus; sebaliknya, jika konsumsi lebih besar, maka terjadi defisit. Pemerintah menyatakan bahwa pada awal 2025, Indonesia mengalami defisit karena produksi beras nasional tahun 2024 hanya mencapai 30,4 juta ton, sementara konsumsi mencapai 30,8 juta ton, sehingga terjadi kekurangan sekitar 400 ribu ton.
Ironisnya, Indonesia selama ini mengklaim sebagai negara swasembada beras, namun masih menghadapi defisit. Situasi ini menjadi bukti bahwa klaim tersebut belum sepenuhnya terealisasi. Defisit beras bukan sekadar statistik, tetapi juga mencerminkan kegagalan dalam tata kelola sektor pertanian dan perberasan nasional.
Solusi Menuju Surplus Beras
Menjaga ketahanan pangan bukan sekadar wacana, tetapi harus diwujudkan dengan langkah konkret. Sinergi, kolaborasi, dan koordinasi antara pemangku kepentingan sangat diperlukan untuk memastikan Indonesia tidak lagi mengalami defisit beras. Beras, sebagai komoditas strategis, harus tersedia sepanjang waktu dengan harga terjangkau dan tidak boleh menjadi barang langka, apalagi menghilang dari pasaran.
Pemerintah telah berupaya meningkatkan produksi beras melalui berbagai kebijakan, termasuk perbaikan sistem irigasi, distribusi pupuk, serta optimalisasi penyuluhan pertanian. Namun, kendala besar seperti dampak El Niño yang menyebabkan cuaca ekstrem masih menjadi tantangan utama.
Pada akhirnya, sesuai prediksi Badan Pusat Statistik (BPS), mulai Maret ini Indonesia akan kembali mengalami surplus beras. Oleh karena itu, kita harus berani menyatakan dengan optimisme: Selamat tinggal defisit beras, selamat datang surplus beras!
Semoga demikian adanya.
(Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.)