Bekasi – FusilatNews – Pemerintah Provinsi Jawa Barat membongkar sedikitnya 1.201 bangunan liar yang berdiri di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) di Kabupaten Bekasi, atas instruksi langsung Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Bangunan-bangunan tersebut tersebar di lima kecamatan, dengan sebaran terbesar berada di Tambun Selatan sebanyak 600 unit, disusul Babelan 350 bangunan, Tambun Utara 197, Tarumajaya 17, serta gabungan wilayah Cikarang Barat, Cikarang Utara, dan Cibitung sebanyak 37 bangunan.
Ditemukan Bangunan di Atas Lahan Bersertifikat
Dalam operasi penertiban ini, Satpol PP Kabupaten Bekasi menemukan tujuh bangunan yang berdiri di atas lahan bersertifikat, terletak di sekitar lokasi pembongkaran. Bangunan-bangunan tersebut berada di RT 3 sebanyak empat unit, dan di RT 1 sebanyak tiga unit, termasuk satu dengan Akta Jual Beli (AJB).
“Artinya mereka memiliki alas hak,” ujar Kepala Satpol PP Bekasi, Surya, menjelaskan alasan bangunan-bangunan tersebut tidak dibongkar. Namun demikian, pihaknya tetap akan menelusuri riwayat kepemilikan lahan tersebut.
Berdasarkan penelusuran sementara, lahan itu diketahui pernah mengalami pembebasan oleh Perum Otorita Jatiluhur (POJ), yang kini menjadi Perum Jasa Tirta (PJT), pada era 1970-an. Pembebasan dilakukan dalam rangka pembangunan saluran irigasi sekunder yang kini dikenal sebagai Kali Baru.
“Ini bukan kali alam, tetapi saluran sekunder yang dibangun pemerintah saat itu. Kami juga mencocokkan peta sebaran lahan milik PJT untuk memastikan batas-batasnya,” tambah Surya.
Cegah Banjir, Tak Ada Kompensasi
Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang menyatakan bahwa penertiban ini merupakan langkah strategis dalam mengurangi risiko banjir serta mempercantik kawasan bantaran sungai.
“Setelah dibersihkan, kami tidak akan membiarkannya terbengkalai. Sudah ada komunikasi dengan legislatif untuk memodifikasi dan menata kembali bibir-bibir sungai,” ujar Ade di Cikarang Pusat, Kamis (24/4/2025).
Ia menegaskan bahwa tidak ada kompensasi bagi pemilik bangunan liar, meski mereka telah mendiami lokasi tersebut selama belasan hingga puluhan tahun.
“Yang melanggar adalah pemilik bangunan liar. Selama ini pemerintah cenderung membiarkan, tapi sekarang harus ada perubahan. Harus ada terobosan karena lahan serapan air sudah nyaris tidak ada,” tegasnya.
Langkah tegas ini diambil untuk mencegah bencana banjir besar yang kerap terjadi akibat terganggunya aliran sungai oleh bangunan-bangunan tak berizin di bantaran kali.