Fusilatnews – Menilai bahwa kasus ini “mencoreng umat Islam dan NU”. Mendesak PBNU agar tidak diam dan segera mengambil sikap nyata.
Pernyataan itu kini berubah menjadi gelombang yang makin menguat di akar rumput Nahdlatul Ulama. Kasus dugaan korupsi kuota haji yang menyeret nama Yaqut Cholil Qoumas, mantan Menteri Agama sekaligus adik Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf, tak lagi dipandang sekadar persoalan individu. Ia telah merembet menjadi persoalan organisasi, memunculkan krisis kepercayaan, dan mengancam integritas NU sebagai benteng moral umat.
Lebih parah, muncul dugaan bahwa aliran dana hasil praktik kotor ini ikut masuk ke kas NU. Jika benar, maka NU bukan sekadar “terseret nama” melainkan berpotensi menjadi penerima manfaat dari sebuah tindak pidana. Luka ini semakin dalam karena NU selama ini dikenal sebagai rumah umat, bukan wadah transaksi politik dan bisnis gelap.
Gelombang kritik internal pun tak terbendung. Banyak kalangan NU, terutama dari daerah, menilai Yahya Cholil Staquf tidak lagi layak memimpin. Relasi darah dengan Yaqut membuatnya sulit bersikap objektif, sementara sikap defensifnya menimbulkan kesan bahwa PBNU lebih sibuk melindungi keluarga daripada membela integritas organisasi. Diam, dalam situasi seperti ini, sama saja dengan ikut serta merusak marwah NU.
Maka muncullah desakan keras: PBNU harus segera menggelar Muktamar Luar Biasa (MLB). Bagi para pengkritik, MLB adalah jalan konstitusional untuk menyelamatkan NU dari sandera kepentingan keluarga. Hanya melalui MLB, kepemimpinan bisa dievaluasi secara terbuka, dan jika perlu, Ketua Umum diganti demi menjaga marwah organisasi. 
Seruan ini bukan tanpa alasan. Jika NU terus dipimpin oleh figur yang terikat konflik kepentingan, maka kredibilitas NU di hadapan umat akan runtuh. Jamaah yang selama ini percaya pada NU akan merasa dikhianati. NU bisa kehilangan posisi moralnya sebagai penuntun bangsa, digantikan citra sebagai organisasi yang permisif terhadap korupsi dan nepotisme.
Pilihan kini ada di tangan PBNU. Apakah berani membuka jalan menuju pembersihan diri melalui MLB, atau tetap bertahan dalam kenyamanan status quo? MLB bukan sekadar forum politik internal, melainkan langkah penyelamatan moral. Dengan MLB, NU bisa menunjukkan bahwa ia lebih besar daripada kepentingan keluarga, lebih mulia daripada sekadar melindungi segelintir elit.
Kasus ini memang mencoreng, tetapi bisa menjadi momentum kebangkitan. NU punya kesempatan untuk menunjukkan teladan: bahwa ketika integritas dipertaruhkan, organisasi berani membongkar, mengevaluasi, bahkan mengganti pemimpinnya sendiri. Bila PBNU memilih jalan MLB, NU akan keluar lebih kuat, lebih bersih, dan lebih dihormati. Namun bila ia memilih bungkam, maka sejarah akan menulis: di hadapan uang, kuota, dan kekuasaan, bahkan rumah besar umat pun bisa runtuh.























