Jakarta – Fusilatnews Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa seluruh pedagang di Indonesia wajib menerima pembayaran dalam bentuk uang tunai. Pernyataan ini disampaikan oleh Deputi Gubernur BI, Doni Primanto Joewono, menyusul keluhan masyarakat terkait sejumlah pedagang yang hanya menyediakan opsi pembayaran non-tunai. Doni menegaskan, kewajiban menerima pembayaran tunai diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
“Setiap orang dilarang menolak menerima rupiah sebagai pembayaran di wilayah NKRI,” kata Doni dalam konferensi pers di Kompleks BI, Jakarta, Rabu (16/10/2024). Ia merujuk pada Pasal 23 UU Mata Uang yang secara jelas menyebutkan bahwa penolakan terhadap pembayaran dalam rupiah melanggar hukum.
Doni juga menekankan bahwa meskipun BI mendorong digitalisasi pembayaran, seperti penggunaan QRIS, hal ini tidak menghapus kewajiban pedagang untuk menerima pembayaran tunai. “Pelaku usaha tetap diwajibkan menerima uang tunai sebagai bentuk pembayaran sah,” tambahnya.
Adopsi sistem pembayaran digital di Indonesia memang mengalami lonjakan signifikan. Transaksi menggunakan QRIS, misalnya, tumbuh 209,61 persen secara tahunan hingga mencapai 4,08 miliar transaksi pada triwulan III-2024. Meskipun demikian, BI memastikan bahwa uang kartal atau uang fisik tetap diproduksi dengan kualitas yang baik.
“Kami masih terus mencetak uang kartal, dan pertumbuhannya sekitar 6-7 persen per tahun,” jelas Doni.
Pernyataan ini muncul seiring dengan keluhan masyarakat yang semakin sering tentang penolakan pembayaran tunai oleh sejumlah toko. Beberapa pedagang hanya menerima pembayaran non-tunai, seperti kartu debit, kartu kredit, dan QRIS, mengabaikan keberadaan uang fisik yang sah. BI berharap, aturan ini bisa mengatasi masalah tersebut dan menjaga hak konsumen dalam menggunakan uang tunai.