Bandung – Fusilatnews – Adayang menarik dalam perdebatan antara seorang siswi yang baru lulus dengan Gubernur Jawa Barat yang melarang Sekolah Menengah Tingkat Atas Negeri untuk Menyelenggarakan perpisahan dan wisuda lulusan
Dalam Rekaman video tersebut menayangkan seorang pelajar yang baru lulus mengeluhkan kebijakan penghapusan wisuda perpisahan di sekolah kepada Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Pada rekaman video yang diunggah di akun Instagram Dedi Mulyadi, terlihat Dedi Mulyadi menanyakan kepada sejumlah warga Bekasi yang dikumpulkan di sebuah ruangan tentang anak sekolah yang bercerita di media sosial mengenai penghapusan kebijakan wisuda perpisahan di sekolah.
Diketahui, para warga dikumpulkan untuk membahas uang kerohiman setelah warga diminta untuk pindah dari tanah yang ditempati dan bukan miliknya.
“Lalu anak SMP yang bercerita kemarin itu anaknya siapa,” ujar Dedi kepada warga seperti dikutip, Senin (28/4/2025).
Sementara itu, anak yang dimaksud langsung mengacungkan tangan dan menjawab bahwa dirinya bukan anak SMP. Akan tetapi pelajar SMA yang saat ini sudah lulus dan hendak kuliah.
“Lulus dari mana,” tanya Dedi.
“Lulus dari SMA terus mau melanjutkan kuliah,” balas Aura.
“Ada yang menarik ya bukan soal penggusuran, ini sekolah gak boleh ada perpisahan, gak boleh ada studi tour, bagaimana itu,” tanya Dedi.
“Begini Pak, kalau sekolah tanpa wisuda semua orang itu gak mampu banyak rakyat miskin,” kata dia.
“Gak punya rumah lagi,” kata Dedi.
“Iya,” kata Aura.
“Rumah di bantaran kali lagi. Tapi sekolah mau gaya-gayaan mau ada wisuda,” kata Dedi.
“Tepatnya bukan wisuda tapi tepatnya wisuda pengeluarannya dibikin lebih sedikit terus dibuat proyek tapi dibikin wisuda tapi terselenggara,” kata Aura.
Dedi pun langsung memotong pernyataannya dan menanyakan tentang SMP negara mana yang dilakukan wisuda. Ia menyebut bahwa hanya di negara Indonesia terdapat wisuda kelulusan bagi pelajar padahal wisuda hanya untuk yang kuliah.
“Anak TK diwisuda, punya rumah gak dia? Gak dia di bantaran sungai, SMP wisuda lagi, punya rumah gak, gak. SMA diwisuda, punya rumah gak? Gak. Kemudian ada ibu-ibu nangis harus bayar Rp 5,4 juta untuk studi tour ke Bali. Pada akhirnya sekolah ditelepon Kadisdik dan dibatalkan studi tour,” papar Dedi.
Gubernur pun menegaskan bahwa ia melakukan itu demi kepentingan masyarakat khususnya orangtua siswa agar tidak terbebani. Namun begitu, Aura tetap kekeuh dengan pendirian dan alasannya.
“Maksudnya bukan begitu Pak, biar adil Pak. Semua murid biar merasakan perpisahan,” kata Aura.
Lalu Dedi Mulyadi pun menanyakan uang perpisahannya dari siapa. Aura pun menjawab dari orangtua.
“Membebani gak,” tanya Dedi.
“Ya membebani Pak,” kata Aura.
“Terus kalau tanpa perpisahan sekolah jadi bubar,” kata Dedi.
“Gak pak. Kan ada lulusan hanya sampai SD, SMP dan SMA,” kata Aura.
“Emang kalau tanpa ada perpisahan kehilangan kenangan, kenangan indah itu pada saat proses belajar tiga tahun,” kata Dedi.
“Gak juga pak, saya ngerasa kalau udah lulus gak ada perpisahan itu gak bisa ngerasain gimana kumpul interaktif sama temen temen gitu Pak,” kata Aura.
“Terakhir, bayar gak,” balas Dedi.
“Bayar Pak,” kata Aura.
“Sama siapa,” balas Dedi.
“Sama orangtua Pak,” balas Aura.
“Rumah aja gak punya, bayar perpisahan. Gimana speak up-nya, harusnya speak up-nya begini, kritik gubernur karena gubernur membebani rakyat sekolah harus iuran, kritik gubernur karena orangtua dibebani untuk membayar sekolah, kritik gubernur karena membiarkan banjir, saya senang. Ini kritik gubernur karena melarang perpisahan,” kata Dedi.
Dedi pun menganggap Aura dibully karena logikanya tidak tetap berbicara hal tersebut. Ia pun mengambil kebijakan tersebut karena ingin menurunkan beban pembayaran orang tua karena sekolah gratis. Maka itu, orangtua tidak boleh ada lagi pengeluaran sekolah.
“Bila perlu ke sekolah jalan kaki, naik sepeda. Pulang sekolah jualan, agar anak Jawa Barat hebat,” kata Dedi