Oleh: Entang Sastraatmadja
Duet adalah kerja sama erat antara dua orang atau kelompok dalam menyelesaikan suatu proyek atau misi. Dalam konteks pemerintahan, duet merujuk pada kolaborasi dua pejabat negara untuk menciptakan harmoni dan meningkatkan kualitas kinerja. Namun, istilah ini juga banyak digunakan di dunia politik, bisnis, atau bidang lain untuk menggambarkan kerja sama lintas peran yang saling menguatkan.
Ada beberapa alasan mengapa duet diperlukan. Pertama, duet memadukan ide dan gaya berbeda sehingga menciptakan sesuatu yang unik dan menarik. Kedua, duet memungkinkan dua sosok saling melengkapi dan meningkatkan kualitas hasil kerja. Ketiga, duet membangun koneksi dan mempererat hubungan kerja. Keempat, duet dengan sosok pekerja keras atau berpengaruh dapat meningkatkan popularitas dan daya jangkau keduanya. Dan kelima, duet mampu menghadirkan energi baru yang segar dan membangkitkan perhatian publik.
CNN Indonesia merilis, duet Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dan Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) merangkap Ketua Dewan Pengawas Perum Bulog, Sudaryono, menjadi ujung tombak baru dalam menggerakkan mesin pertanian nasional. Strategi keduanya dinilai kompak, cepat, dan terarah.
Kinerja gemilang ini tidak lepas dari kemampuan Sudaryono mengimbangi kecepatan kerja Amran yang terkenal sebagai pekerja keras, penuh dedikasi, dan tidak mengenal waktu. Kombinasi keduanya menciptakan duet efektif untuk mengeksekusi visi besar Presiden Prabowo Subianto: meraih swasembada pangan secepat-cepatnya.
Dalam dunia politik dan pemerintahan, duet seperti ini membawa banyak keunggulan: menghadirkan keseimbangan dalam pengambilan keputusan, memperkaya proses dengan beragam perspektif, serta membangun kemitraan yang kuat dan solid.
Perlu diingat, Kementerian Pertanian sebelumnya sempat mengalami masa-masa kelam. Beberapa pejabat utamanya, termasuk Menteri, Sekjen, dan Direktur di salah satu Direktorat Jenderalnya, tersandung kasus korupsi dan dijebloskan ke penjara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Akibatnya, Kementan lumpuh. Banyak pejabat diperiksa sebagai saksi, dan semangat kerja menurun drastis.
Produksi pertanian, termasuk beras, pun ikut anjlok. Badan Pusat Statistik mencatat, produksi beras tahun 2024 lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Impor beras bahkan menembus angka 4 juta ton — kondisi yang memalukan bagi negara agraris seperti Indonesia.
Untungnya, Presiden Jokowi saat itu bergerak cepat menunjuk Amran Sulaiman untuk ‘menyembuhkan’ Kementan yang sedang sakit. Amran bukanlah sosok baru; ia pernah menjabat sebagai Menteri Pertanian pada periode pertama pemerintahan Jokowi. Dengan reputasi kerja keras dan kejujurannya, Amran melakukan bersih-bersih internal, menegakkan kembali mental dan moral para pejabatnya.
Setelah transisi kekuasaan ke Presiden Prabowo, Amran Sulaiman kembali dipercaya melanjutkan tugasnya. Kali ini, diperkuat kehadiran Sudaryono sebagai Wakil Menteri. Duet mereka ternyata membuahkan hasil nyata: produksi beras melonjak signifikan, cadangan beras pemerintah meningkat, dan target swasembada kembali dalam jangkauan. Menteri Pertanian bahkan optimistis bahwa pada Mei mendatang, cadangan beras pemerintah akan mencapai 3,3 juta ton.
Apa yang dilakukan Amran-Sudaryono bukan hanya memperbaiki performa kementerian, tetapi juga memulihkan kepercayaan publik terhadap Kementerian Pertanian. Dalam waktu singkat, mereka mampu membangun kembali mental para pejabat untuk meningkatkan kinerja tanpa terjebak praktik tercela.
Namun, catatan kritis tetap ada: setelah sukses dengan beras, mampukah duet ini membawa Indonesia mencapai swasembada pangan secara keseluruhan — dan sekaligus mensejahterakan para petaninya? Inilah pekerjaan rumah besar yang harus segera dijawab.
Presiden Prabowo menargetkan swasembada pangan tercapai dalam tiga tahun ke depan. Sebagai bangsa pejuang, kita optimistis duet Amran-Sudaryono akan mengerahkan segala daya untuk menggapainya. Mereka bukan tipe pemimpin “asal bapak senang”, melainkan pendamping sejati yang siap mengawal, mengawasi, dan mengamankan setiap kebijakan.
Mari kita ikuti langkah mereka.
(Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat)