Jakarta – Fusilatnews – Setelah Kementerian Kesehatan RI melakukan investigasi terkait kasus perundungan yang menyebabkan seorang mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip) bunuh diri, kini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek) Kemendikbudristek menyatakan kesiapan memberikan sanksi tegas sesuai hasil investigasi terhadap kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan FK Undip. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Abdul Haris menegaskan bahwa pihaknya telah mengambil sejumlah langkah guna menyelesaikan kasus ini secara menyeluruh.
Investigasi dan Sanksi
Abdul Haris menyatakan bahwa Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek sedang melakukan investigasi mendalam dan siap memberikan sanksi sesuai dengan hasil investigasi tersebut. “Dalam melakukan investigasi, kami berkolaborasi erat dengan Inspektorat Jenderal Kemenkes untuk memastikan proses ini berjalan secara komprehensif,” ujar Abdul Haris dalam keterangan tertulis di Jakarta pada Senin (9/9/2024).
Selain itu, Kemendikbudristek juga bekerja sama dengan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) untuk memfasilitasi proses pembelajaran bagi 50 mahasiswa Program Studi Spesialis Anestesi FK Undip selama penanganan kasus ini berlangsung.
Dampak dan Langkah Lanjutan
Kasus meninggalnya dokter Aulia, yang diduga menjadi korban perundungan, telah menyebabkan penghentian sementara kegiatan di Program Studi Anestesi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Undip di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dokter Kariadi. Langkah ini diambil untuk memberikan waktu bagi pihak berwenang menyelesaikan investigasi secara menyeluruh dan memastikan tidak ada lagi pelanggaran serupa.
Di samping itu, Kemendikbudristek juga sedang melakukan finalisasi Peraturan Menteri tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi. Aturan baru ini akan menggantikan peraturan sebelumnya dan mencakup berbagai bentuk kekerasan, termasuk kekerasan fisik, psikis, perundungan, kekerasan seksual, diskriminasi, dan intoleransi.
Pencegahan Kekerasan di Lingkungan Akademik
Abdul Haris menegaskan bahwa peraturan baru ini akan memberikan dasar hukum yang kuat dan sistematis untuk pencegahan serta penanganan kasus kekerasan di lingkungan perguruan tinggi. “Kami berharap, dengan adanya peraturan ini, kejadian serupa tidak akan terulang lagi, dan kami memiliki landasan hukum yang jelas untuk menangani kekerasan di dunia pendidikan,” tutupnya.
Penyusunan peraturan baru ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, inklusif, dan bebas dari segala bentuk kekerasan, sehingga semua mahasiswa dan civitas akademika dapat menjalankan kegiatan belajar-mengajar tanpa rasa takut atau ancaman.