Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), baru-baru ini mengundang mantan Ketua MPR, DR. Amin Rais, untuk meminta penjelasan mengenai alasan di balik amandemen UUD 1945. Pak Amin menjelaskan bahwa amandemen tersebut, yang berujung pada sistem pemilihan presiden langsung, dilakukan dengan harapan dapat mengeliminasi praktik money politics. Namun, di luar dugaan, praktik tersebut justru tetap terjadi, bahkan mungkin lebih marak. Itulah mengapa Amin Rais kini mendukung wacana pengembalian pemilihan presiden ke tangan MPR, yang dipilih oleh kelompok kecil.
Namun, pertanyaan yang muncul adalah: bukankah lebih mudah mengelola kelompok kecil daripada masyarakat luas? Inilah dilema dan paradoks bangsa Indonesia yang telah kehilangan integritasnya, terutama sejak pemerintahan Jokowi berkuasa.
Analisis Kritis: Sistem Politik yang Amburadul
- Money Politics dalam Pilpres Langsung
Salah satu argumen utama untuk amandemen UUD 1945 dan penerapan pilpres langsung adalah untuk memperkuat demokrasi dan mengurangi korupsi. Namun, kenyataannya, praktik money politics masih merajalela. Kandidat dengan dana besar memiliki peluang lebih besar untuk memenangkan pemilu, bukan karena visi dan misinya, tetapi karena kemampuan mereka untuk membeli suara. Hal ini menunjukkan bahwa sistem yang ada belum mampu menjamin pemilu yang bersih dan adil. Dilema Kembali ke Sistem MPR
Mengembalikan pemilihan presiden kepada MPR mungkin terlihat sebagai solusi untuk mengurangi money politics. Namun, mengelola kelompok kecil seperti anggota MPR juga memiliki risiko tinggi terhadap korupsi dan manipulasi. Dalam kelompok kecil, praktik lobi dan suap justru lebih mudah terjadi karena interaksi yang lebih intens dan tertutup. Dengan demikian, wacana ini tidak sepenuhnya bebas dari masalah yang sama dengan pemilihan langsung.Krisis Integritas
Krisis integritas yang disebutkan oleh Amin Rais mencerminkan masalah yang lebih dalam dalam sistem politik Indonesia. Ketidakmampuan untuk menghilangkan praktik korupsi dan money politics, baik dalam sistem pemilihan langsung maupun tidak langsung, menunjukkan bahwa masalah utama terletak pada integritas para aktor politik dan lembaga yang seharusnya mengawasi dan menegakkan aturan.
- Konon Berhasil Membangun Infrastruktur, Namun Tidak Otomatis Terkait dengan Pertumbuhan Ekonomi**
Pemerintahan Jokowi sering disebut-sebut berhasil dalam membangun infrastruktur, seperti jalan tol, bandara, dan pelabuhan. Namun, keberhasilan ini tidak serta-merta berhubungan langsung dengan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Banyak proyek infrastruktur yang memang telah rampung, namun dampaknya terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi masih diperdebatkan. Infrastruktur yang dibangun sering kali tidak diimbangi dengan kebijakan ekonomi yang mampu mengoptimalkan penggunaannya, sehingga tidak menghasilkan efek multiplier yang maksimal.
Kesimpulan
Paradoks yang dihadapi bangsa Indonesia dalam memilih antara pilpres langsung atau tidak langsung mencerminkan kompleksitas masalah yang dihadapi. Tidak ada sistem yang sempurna tanpa integritas dan komitmen kuat dari seluruh elemen bangsa untuk menciptakan pemilu yang bersih dan adil. Reformasi politik yang menyeluruh, penegakan hukum yang tegas, dan peningkatan pendidikan politik bagi masyarakat menjadi kunci untuk mengatasi krisis integritas dan membangun demokrasi yang lebih sehat.
Hanya dengan demikian, harapan untuk menghilangkan praktik money politics dan korupsi dapat terwujud, membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah dan bermartabat.