Koalisi Indonesia Maju (KIM), yang terdiri dari partai-partai politik seperti Demokrat, Golkar, PAN, Gerindra, dan lainnya, kembali mencuri perhatian publik. Di balik semangat kolaborasi yang ditampilkan, tersirat ambisi dan kepentingan politik masing-masing partai yang jelas menginginkan jatah kekuasaan dalam kabinet pemerintahan mendatang. Terungkap bahwa para pimpinan partai yang tergabung dalam KIM telah menyampaikan aspirasi terkait jumlah menteri yang mereka inginkan kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
Koalisi Demi Kekuasaan
Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, dengan gamblang mengakui bahwa partainya sudah menyalurkan aspirasi kepada Prabowo mengenai komposisi kabinet. Hal serupa juga dilakukan oleh pimpinan partai-partai lain yang tergabung dalam KIM. Aspirasi ini tidak hanya sekedar menyatakan dukungan, tetapi juga mencerminkan kepentingan masing-masing partai untuk mendapatkan posisi strategis dalam pemerintahan mendatang.
Pernyataan Kamhar yang menekankan bahwa “aspirasi para pimpinan parpol telah disampaikan kepada Prabowo” menunjukkan adanya tuntutan politik dari partai-partai yang berada di bawah KIM. Walaupun Kamhar mengatakan bahwa Demokrat “menghormati hak prerogatif Presiden terpilih,” kenyataannya, keinginan mereka untuk mendapatkan jatah menteri memperlihatkan adanya negosiasi politik di balik layar. Apakah ini sekadar aspirasi atau lebih pada tuntutan yang disertai tekanan politik?
Prinsip Kabinet Zaken yang Terabaikan
Di tengah sorotan publik terhadap praktik politik transaksional ini, semakin nyata bahwa prinsip zaken kabinet—kabinet yang dibentuk berdasarkan kompetensi dan profesionalisme, bukan sekadar berdasarkan kepentingan politik—semakin buyar dan kabur. Dalam sistem yang sehat, penentuan anggota kabinet sepenuhnya menjadi hak prerogatif Presiden untuk memilih orang-orang terbaik dan paling kompeten sesuai kebutuhan bangsa. Namun, dalam situasi politik saat ini, hal tersebut justru menjadi ajang tawar-menawar kekuasaan.
Hal ini menandakan bahwa sistem politik kita telah tersandera oleh kepentingan-kepentingan partai yang mengedepankan bagi-bagi jabatan. Padahal, tugas utama sebuah pemerintahan adalah melayani rakyat dengan menempatkan individu-individu yang kompeten, berintegritas, dan berkomitmen untuk kepentingan nasional, bukan kepentingan partai. Jika koalisi hanya menghasilkan tawar-menawar kekuasaan, di mana letak komitmen para elite politik untuk mengedepankan kepentingan rakyat?
Saatnya Prabowo Memperbaiki Praktik Buruk
Prabowo Subianto, sebagai Presiden terpilih, memiliki peluang besar untuk melakukan perubahan mendasar. Ia harus memperbaiki praktik-praktik buruk yang dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya, termasuk dalam hal pembentukan kabinet. Saat ini adalah momen yang tepat bagi Prabowo untuk menegakkan prinsip zaken kabinet dan mengakhiri praktik politik transaksional yang telah mengakar.
Prabowo harus berani menolak tekanan-tekanan dari partai politik yang hanya mencari keuntungan kekuasaan. Ia harus menempatkan individu-individu yang paling kompeten di kabinetnya, tanpa terpengaruh oleh afiliasi politik atau desakan partai. Jika ia ingin menciptakan pemerintahan yang kuat, kredibel, dan berkomitmen untuk kepentingan nasional, maka kabinet yang dibentuk haruslah berdasarkan prinsip meritokrasi, bukan bagi-bagi kekuasaan.
Kesimpulan: Melawan Sistem yang Buruk untuk Masa Depan yang Lebih Baik
Masyarakat menanti bagaimana Prabowo akan menanggapi aspirasi yang disampaikan oleh koalisi pendukungnya. Harapan besar ada di pundak Prabowo untuk memperbaiki sistem yang selama ini buruk. Ia harus mengingat bahwa mandat yang diberikan oleh rakyat bukan untuk memuaskan nafsu kekuasaan partai-partai politik, tetapi untuk membentuk pemerintahan yang benar-benar bekerja untuk rakyat.
Jika Prabowo berani menolak praktik-praktik buruk yang selama ini terjadi dan fokus pada kepentingan nasional, maka ia tidak hanya akan dikenang sebagai pemimpin yang kuat, tetapi juga sebagai sosok yang mampu membawa perubahan nyata dalam politik Indonesia. Inilah saatnya Prabowo membuktikan bahwa ia berbeda dari pendahulunya dan siap membenahi praktik-praktik buruk yang pernah ada.