Pemerintahan yang kuat adalah pemerintahan yang mampu menunjukkan kewaspadaan, transparansi, dan kemampuan berkoordinasi di setiap lini. Namun, pembangunan pagar sepanjang 30 kilometer di wilayah laut Kabupaten Tangerang—yang hanya berjarak kurang dari satu jam dari pusat pemerintahan—menjadi tamparan keras terhadap pemerintahan Prabowo. Fenomena ini memunculkan pertanyaan mendalam: bagaimana mungkin infrastruktur sebesar itu dianggap “misterius” di negara yang memiliki aparat dan lembaga yang seharusnya sigap menjaga kedaulatan wilayahnya?
Pusat Kekuatan yang Tidak Berdaya
Pusat pemerintahan Indonesia berada dalam jangkauan dekat dari lokasi pagar tersebut. Di kawasan ini, terdapat markas besar Polri, Mabesad, Mabesal, Mabesau, dan berbagai instansi pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten. Namun, keberadaan pagar yang dikategorikan sebagai “misterius” justru mengungkap kelemahan mendasar: kurangnya komunikasi antar-lembaga dan lemahnya intelijen negara. Bagaimana mungkin struktur sepanjang itu dibangun tanpa ada satu pun lembaga yang mengetahuinya? Jika benar demikian, ini menandakan betapa lemahnya sistem pengawasan dan koordinasi yang seharusnya menjadi pilar pemerintahan yang kompeten.
Simbol Absennya Transparansi dan Akuntabilitas
Narasi bahwa pembangunan pagar itu “tidak diketahui” oleh pemerintah lokal dan pusat merupakan cerminan buruknya akuntabilitas pemerintahan Prabowo. Ketika proyek sebesar ini terjadi di depan mata dan pemerintah menyebutnya “misterius,” hal itu menandakan adanya disfungsi manajemen informasi publik dan minimnya transparansi dalam pengelolaan wilayah negara. Apakah ini berarti masyarakat harus menerima bahwa pemerintah hanya berperan sebagai pengamat, bukan pelaku aktif dalam mengawasi teritorialnya?
Ancaman bagi Kedaulatan
Selain menjadi simbol kelalaian, keberadaan pagar ini juga menimbulkan kekhawatiran atas ancaman terhadap kedaulatan negara. Siapa yang membangun pagar ini? Untuk tujuan apa? Jika pagar tersebut merupakan infrastruktur ilegal, lalu mengapa tidak ada tindakan cepat untuk menghentikan proyek tersebut? Di era digital dengan kemajuan teknologi pemantauan seperti satelit dan drone, ketidaktahuan pemerintah menjadi alasan yang sulit diterima akal.
Kegagalan Mengutamakan Kepentingan Rakyat
Alih-alih memastikan bahwa anggaran dan kebijakan diarahkan untuk kepentingan rakyat, fenomena ini menunjukkan bahwa pemerintahan Prabowo lebih sibuk dengan hal lain daripada mengawasi dan melindungi aset-aset strategis negara. Warga Kabupaten Tangerang dan sekitarnya layak mendapatkan jawaban yang jelas tentang apa yang sedang terjadi di wilayah mereka. Keberadaan pagar ini, jika tidak segera dijelaskan, dapat menimbulkan keresahan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Panggilan untuk Tindakan Nyata
Pemerintahan Prabowo harus menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut dengan segera dan transparan:
- Siapa yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar ini?
- Apa tujuan dari struktur tersebut?
- Mengapa pembangunan ini luput dari pengawasan aparat keamanan dan pemerintah daerah?
Jika pemerintah tetap bungkam atau memberikan jawaban yang tidak memadai, maka ini akan menjadi preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan. Kejadian ini memperlihatkan bahwa kelemahan dalam birokrasi tidak hanya merugikan rakyat, tetapi juga mencoreng martabat bangsa di mata dunia internasional.
Kesimpulan: Misteri yang Tidak Boleh Berlanjut
Fenomena pagar sepanjang 30 kilometer di Tangerang bukan sekadar persoalan lokal, melainkan cerminan dari masalah struktural dalam pemerintahan Prabowo. Transparansi, akuntabilitas, dan kemampuan berkoordinasi harus menjadi prioritas, terutama dalam isu yang berhubungan dengan kedaulatan wilayah. Tanpa langkah nyata dan penjelasan yang memadai, pemerintahan Prabowo akan terus menghadapi kritik sebagai pemerintah yang gagal menjalankan tugas fundamentalnya. Adalah tanggung jawab pemimpin untuk memastikan bahwa misteri seperti ini tidak menjadi cermin dari ketidakmampuan negara dalam melindungi wilayah dan rakyatnya.