Jakarta, Fusilatnews – Sehubungan dengan terjadinya peristiwa aksi unjuk rasa yang diwarnai kekerasan, baik dari sisi aparat kepolisian maupun masyarakat, 25-30 Agustus 2025, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Dr Luhut MP Pangaribuan SH LLM melalui siaran pers yang disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Peradi Jakarta Selatan B Halomoan Sianturi SH MH, Minggu (31/8/2025), menyampaikan pernyataan sikap.
Siaran pers ini disampaikan dua hari setelah perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-7 DPC Peradi Jaksel, Jumat (29/8/2025), yang berlangsung lancar, aman dan sukses, sekaligus membuktikan bahwa meskipun situasi dan kondisi kota Jakarta kurang kondusif, tapi DPC Peradi Jaksel berhasil melaksanakan agenda rutinnya yang sudah terjadwal cukup lama.
Adapun pernyataan sikap Peradi sebagai berikut:
Pertama, Peradi menegaskan bahwa menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak konstitusional setiap warga negara yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau UUD 1945, khususnya Pasal 28E, dan peraturan perundang-undangan terkait, khususnya UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Kedua, Peradi mengecam keras segala bentuk kekerasan aparat kepolisian dalam menangani aksi unjuk rasa, khususnya yang mengakibatkan hilangnya nyawa pengemudi ojek online Affan Kurniawan (21), Kamis (28/8/2025) di Pejompongan, Tanah Abang, tak jauh dari titik episentrum massa demo menolak tunjangan DPR di Senayan, Jakarta Pusat.
“Aparat penegak hukum seharusnya bertindak profesional, proporsional, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM),” ujar Halomoan Sianturi menirukan pernyataan Luhut MP Pangaribuan.
Ketiga, Peradi menuntut kepolisian untuk menghormati hak-hak hukum pengunjuk rasa, terutama mereka yang ditangkap, ditahan, dan diproses secara hukum, termasuk hak untuk memperoleh bantuan hukum.
Keempat, Peradi nengimbau kepada masyarakat agar tidak terprovokasi melakukan tindakan yang melanggar hukum, seperti kekerasan, pembakaran, maupun penjarahan, karena tindakan tersebut bertentangan dengan prinsip unjuk rasa yang damai, yang dapat merugikan kepentingan umum.
Kelima, Peradi menuntut pemerintah untuk segera memulihkan keamanan dan ketertiban umum dengan tetap menjunjung tinggi prosedur hukum, asas “due process of law” (proses hukum yang semestinya atau adil dan patut), dan penghormatan terhadap HAM.
Keenam, Peradi mendorong dilakukannya investigasi yang independen, transparan, dan akuntabel terhadap peristiwa yang menyebabkan meninggalnya Affan Kurniawan, serta meminta pertanggungjawaban hukum terhadap pihak-pihak yang terbukti bersalah.
Ketujuh, Peradi mengimbau kepada seluruh anggotanya untuk bersiaga guna memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (probono) kepada masyarakat pengunjuk rasa yang berhadapan dengan hukum, dengan tetap menjunjung tinggi Kode Etik Advokat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pernyataan sikap tersebut, kata Halomoan Sianturi masih menirukan Luhut Pangaribuan, disampaikan sebagai bentuk tanggung jawab moral dan komitmen Peradi dalam menegakkan prinsip negara hukum, demokrasi, dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia. “Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan,” tandasnya.























