Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Mantan Sekjen Komite Perubahan Sepakbola Nasional (KPSN)
Jakarta – Mungkinkah Menpora memecat Ketua Umum PSSI? Tidak! Sebab, Menpora ya Ketua Umum PSSI itu sendiri. Dua jabatan itu disandang satu orang: Erick Thohir!
Mungkinkah sosok yang akrab disapa Etho itu memecat dirinya sendiri? Tidak. Daripada memecat dirinya sendiri, lebih baik Etho mengundurkan diri.
Mungkinkah Etho mundur? Tidak. Sebab, mengundurkan diri sebagai bentuk tanggung jawab dari kegagalan belum menjadi tradisi di Indonesia. Kecuali seseorang sudah menjadi tersangka sebuah tindak pidana.
Kini, desakan agar Etho mundur dari jabatan Ketum PSSI makin menggema. Terutama di dunia maya yang biasanya berimbas ke dunia nyata.
Pasalnya, Etho gagal mengantarkan Timnas Indonesia melaju ke Piala Dunia 2026 setelah menelan kekalahan beruntun dari Arab Saudi dan Irak dalam putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Etho-lah yang harus bertanggung jawab karena telah memilih Patrick Kluivert asal Belanda menjadi Pelatih Timnas, menggantikan Shin Tae-yong asal Korea Selatan yang saat itu sedang bagus-bagusnya.
Selain Etho, publik juga tentu saja mendesak Patrick Kluivert mundur. Bekas pemain Ajax Amsterdam dan Timnas Belanda ini dinilai tidak becus. #KluivertOut pun trending.
Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto, katakanlah melalui Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Pratikno memecat Etho? Tidak. Sebab jika hal itu terjadi, PSSI akan berhadapan dengan FIFA.
Masih segar dalam ingatan kita ketika PSSI dibekukan FIFA tahun 2015. Gegaranya, Menpora yang saat itu dijabat Imam Nahrawi membekukan PSSI yang selalu kisruh akibat perebutan kursi ketua umum. Pemerintah Indonesia dianggap melanggar Pasal 13 dan Pasal 17 Statuta FIFA karena telah melakukan intervensi terhadap PSSI.
PSSI adalah institusi independen yang keberadaannya langsung di bawah FIFA. Ibarat negara di dalam negara. Konsekuensinya, Timnas Indonesia tak boleh berlaga di event-event internasional.
Standar Ganda
Nah, di sinilah FIFA ambigu. Bermuka dua. Berstandar ganda. Melarang Pemerintah Indonesia mengintervensi PSSI, namun kini mengizinkan Etho yang Menpora itu merangkap jabatan Ketum PSSI. Regulator merangkap eksekutor. Wasit merangkap pemain.
Presiden FIFA Gianni Infantino berdalih Etho adalah sosok bertalenta yang telah berhasil memajukan sepakbola Indonesia. Etho juga disebut Gianni sebagai koleganya. Sepertinya ada faktor X di antara Etho dan Gianni sehingga pria berkepala pelontos itu bermuka dua.
Etho telah minta maaf atas kegagalannya mengantarkan Timnas menembus Piala Dunia 2026. Namun Netizen yang memang kejam itu berkata: tiada maaf bagimu!
Desakan mundur terus menggema. Etho di titik nadir. Ia terpuruk. Mungkin Etho tak pernah merasakan seterpuruk ini sebelumnya.
Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Setelah didesak mundur dari Ketum PSSI, kini Etho didesak mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES). Desakan itu sudah disampaikan kepada mantan Wakil Presiden Ma’ruf Amin selaku Ketua Dewan Pembina MES. Etho dinilai gagal memajukan MES.
Setelah ini, mungkin akan ada desakan agar Etho mundur dari jabatan Menpora. Sebab, seseorang yang sudah gagal dalam satu hal, ia akan dianggap gagal dalam hal lainnya. Ada efek domino.
Kini, handuk ada di tangan Etho. Apakah akan dilempar ke atas sebagai tanda menyerah, ataukah akan digunakan untuk mengelap keringatnya yang bercucuran karena terdesak keadaan.
Terus bertahan di PSSI jelas tidak akan menguntungkan federasi. Sebab ia akan selalu dibayang-bayangi kegagalan.
Sebab itu, mundur saja, Pak Etho. Terutama dari kursi PSSI-1. Segera gelar Kongres Luar Biasa (KLB) untuk memilih nahkoda baru PSSI.
Apakah kemudian Anda akan mundur pula dari kursi Ketum MES atau bahkan kursi Menpora? Itu terserah kearifan Anda. Tapi jika tetap bercokol di PSSI, berarti Anda tidak bijak. Itulah!

Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Mantan Sekjen Komite Perubahan Sepakbola Nasional (KPSN)






















